Senin 29 May 2023 09:30 WIB

Pakar: Sulit Bagi MK Bantah Putusannya Sendiri Soal Sistem Proporsional Terbuka

MK menegaskan pada 31 Mei lusa baru menyerahkan kesimpulan pada pihak.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Agus raharjo
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Univ Andalas Feri Amsari memberikan paparan dalam diskusi di Jakarta, Ahad (5/3).
Foto: Republika/Prayogi
Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Univ Andalas Feri Amsari memberikan paparan dalam diskusi di Jakarta, Ahad (5/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ahli hukum tata negara dari Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari merespons dugaan bocornya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang sistem pemilu. Dalam pernyataan mantan wakil menteri hukum dan HAM, Denny Indrayana, MK memutuskan sistem pemilu kembali ke proporsional tertutup.

Feri mengatakan, meski putusan MK beberapa waktu terakhir ini memang menunjukan ketidakkonsistenannya, tetapi menurutnya sulit jika hal ini juga diberlakukan pada sistem proporsional pemilu. Sebab, MK sendiri telah meligitimasi sistem proporsional terbuka melalui Putusan Nomor 22-24/PUU-VI/2008.

Baca Juga

"Meskipun MK sangat tidak konsisten akhir-akhir ini, sulit rasanya bagi MK membantah sendiri putusan mereka terdahulu yang menyatakan sistem proporsional terbuka adalah sistem pemilu yang sesuai dengan UUD," ujar Feri kepada Republika.co.id, Senin (29/5/2023).

Feri mengatakan, putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008 menyatakan pasal yang diujikan oleh pemohon saat itu salah satunya tentang penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD berdasarkan syarat 30 persen BPP bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Karenanya, Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) ini menilai sulit bagi MK mengubah putusan tersebut dengan putusan lain.

"Putusan Nomor 22-24/PUU-VI/2008 sangat terang tidak bisa diubah dengan putusan lain karena putusan itu sudah final," ujar Feri.

Sebagaimana dikutip dari ringkasan putusannya, Mahkamah dalam pertimbangannya kala itu, yang dipimpin oleh Hakim Ketua Moh Mahfud MD, menyebut ketentuan itu adalah inkonstitusional karena bertentangan dengan makna substantif kedaulatan rakyat dan dikualifisir bertentangan dengan prinsip keadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Selain itu, putusan itu juga didasarkan pertimbangan Mahkamah karena pada saat itu Indonesia telah menganut sistem pemilihan langsung untuk Presiden dan Wakil Presiden, DPD, Kepala Daerah. Sehingga menjadi adil pula jika pemilihan anggota DPR dan DPRD juga bersifat langsung memilih orang tanpa mengurangi hak-hak politik partai politik. Setiap calon anggota legislatif dapat menjadi anggota legislatif pada semua tingkatan sesuai dengan perjuangan dan perolehan dukungan suara masing-masing.

Sebelumnya, Pakar hukum tata negara Denny Indrayana, mengatakan, berdasarkan informasi yang dia terima, Pemilu 2024 akan diputuskan Mahkamah Konstitusi secara tertutup. Artinya, MK secara kelembagaan akan menerima gugatan proporsional terbuka dan mengembalikan ke sistem proporsional tertutup layaknya era Orde Baru.

“Info. Putusan MK kembali ke proporsional tertutup. Putusan 6:3, tiga dissenting opinion,” kata Denny dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Ahad (28/5/2023).

Namun demikian, Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK) Fajar Laksono tak mau ambil pusing soal mantan Wamenkumham Denny Indrayana yang mendapat bocoran putusan MK soal Pemilu 2024 kembali ke proporsional tertutup. Menurut dia, yang sudah pasti sejauh ini hanya sebatas penyerahan kesimpulan pada 31 Mei mendatang.

"Yang pasti, tanggal 31 Mei mendatang baru penyerahan kesimpulan para pihak,” kata Fajar Ahad (28/5/2023) tanpa memerinci kabar dan dugaan yang ada.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement