Legislator: Pengembalian Kerugian Negara Belum Optimal

RUU Perampasan Aset diharapkan mampu menjadi solusi yang komprehensif.

Selasa , 23 May 2023, 12:47 WIB
Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto menilai, peratuan perundang-undangan yang ada saat ini belum optimal dalam mengembalikan aset kerugian negara. (ilustrasi).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto menilai, peratuan perundang-undangan yang ada saat ini belum optimal dalam mengembalikan aset kerugian negara. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto menilai, peratuan perundang-undangan yang ada saat ini belum optimal dalam mengembalikan aset kerugian negara. Meskipun, aparat penegak hukum terus membongkar tindak pidana pencucian uang.

"Recovery aset kerugian negara ataupun kerugian sosial-ekonomi dari sejumlah kejahatan ekonomi masih belum optimal dan masih belum bisa membantu pengembalian keuangan negara secara utuh," ujar Didik lewat keterangannya, Selasa (23/5/2023).

Baca Juga

Karena itu, DPR mendukung pembahasan dan pengesahan rancangan undang-undang (RUU) perampasan aset terkait tindak pidana. Salah satu tujuannya untuk merampas aset dari tindak pidana yang berusaha disembunyikan pelaku.

RUU Perampasan Aset diharapkan mampu menjadi solusi yang komprehensif dalam menangani persoalan aset tindak pidana yang terkendala. Sebab, selama ini banyak kendala yang menyulitkan penegak hukum berkaitan dengan kondisi tersangka atau terdakwa. 

"Misalnya, tersangka/terdakwa meninggal dunia, melarikan diri, sakit permanen, atau tidak diketahui keberadaannya," ujar Didik.

Ada sejumlah hal yang diatur dalam RUU ini. Termasuk aturan aset tindak pidana yang dapat dirampas negara, yakni aset yang bernilai minimal Rp 100 juta. 

Selain itu, aset yang dapat dirampas merupakan aset terkait dengan tindak pidana yang ancaman pidana penjaranya mencapai empat tahun atau lebih. Kemudian, aset yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana. 

Aset yang bisa dirampas selanjutnya adalah aset lain sah milik pelaku tindak pidana sebagai pengganti aset yang telah dinyatakan dirampas oleh negara. Serta, aset yang merupakan barang temuan yang diduga berasal dari tindak pidana. 

Negara juga dapat merampas aset yang tidak seimbang dengan penghasilan atau sumber penambahan kekayaan yang tidak dapat dibuktikan asal usul perolehannya secara sah dan diduga terkait dengan aset tindak pidana yang diperoleh sejak berlakunya undang-undang ini. 

Ia menilai, RUU Perampasan Aset secara formil dapat menjawab harapan publik terkait pemberantasan kejahatan ekonomi. Mulai dari kejahatan narkoba, perpajakan, terorisme, tindak pidana di bidang keuangan, dan lainnya. 

"Dalam satu perspektif, bisa dikatakan bahwa perampasan aset hasil tindak pidana jauh lebih penting dan berkeadilan dibandingkan mengonstruksi hukuman mati," ujar Didik.