Jumat 17 Feb 2023 13:51 WIB

Hadirnya Kecerdasan Buatan Bukan Suatu Kekhawatiran, tapi Peluang

Masyarakat cemas, karena artificial intelligence bisa gantikan pekerjaan tertentu.

Robot Humanoid 5G ahadir di pertemuan keempat Kelompok Kerja Ekonomi Digital (4th DEWG) Presidensi G20 Indonesia di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, Rabu (31/8/2022).
Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A
Robot Humanoid 5G ahadir di pertemuan keempat Kelompok Kerja Ekonomi Digital (4th DEWG) Presidensi G20 Indonesia di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Provinsi Bali, Rabu (31/8/2022).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Survei dari Microsoft Indonesia mencatat 14 persen perusahaan telah memanfaatkan kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) dalam strategi utama bisnis mereka. Di tengah penetrasi AI dalam berbagai sisi kehidupan, sejumlah masyarakat mengalami kecemasan.

Hal itu karena AI diproyeksikan akan menggantikan pekerjaan tertentu, atau bahkan menghilangkan sisi kreativitas manusia. Waketum Bidang Pengembangan dan Pengetahuan Siberkreasi & Head of Leadership LSPR, Taufan Teguh Akbari meluruskan anggapan keliru tersebut.

Menurut dia, kekhawatiran itu seharusnya menjadi peluang, dengan catatan masyarakat siap mengimbangi laju perkembangan teknologi. "Jadi sebenarnya ini bukan menjadi suatu kekhawatiran, tapi menjadi challenge atau peluang yang gimana caranya kita bisa lebih siap lagi mengimbangi perkembangan teknologi," jelas Taufan di Jakarta, Jumat (17/2/2023).

Director National Technology Officer Microsoft, Panji Wasmana menyatakan, kekhawatiran masyarakat juga dapat bersumber dari keamanan data pribadi.

Terkait keamanan data, kata dia, implementasi teknologi AI dapat diatur untuk tidak mengakses data pribadi.

"Artinya kita dapat melabel bawa data ini tidak boleh dipakai untuk training. Data ini dibatasi aksesnya supaya tidak dicrawling atau dibaca oleh sistem AI untuk ke depannya," ucap Panji dalam kegiatan Obral Obrol LiTerasi Digital (OOTD) bertema 'AI, Apakah Ancaman Bagi Talenta Digital?' di Jakarta, Kamis (16/2/2023).

Dewan Pengarah Siberkreasi, Ndoro Kakung membagikan sejumlah strategi menghadapi ketidakmerataan kemampuan literasi digital. Pertama, memperluas informasi tentang teknologi digital seperti kecerdasan buatan. Kedua, peningkatan akses pelatihan atau bimbingan teknis mengenai AI.

"Bagi pihak yang belum memahami penuh fungsinya, AI dianggap sebagai ancaman. Padahal, ia bisa membantu dalam pekerjaan lebih efisien," jelas Ndoro Kakung.

Menurut survei dari Oxford Insight 2022, Indonesia berada di peringkat 43 dalam Government AI Readiness Index. Artinya, Indonesia sudah berada di papan atas dalam penerapan AI meski dengan sejumlah catatan yang dapat terus ditingkatkan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement