Rabu 15 Feb 2023 17:24 WIB

Moral Kecerdasaan Artifisial

Kemunculan teknologi berbasiskan Kecerdasan Artifisial merupakan sebuah keniscayaan

Prof Ema Utami dari Universitas Amikom Yogyakarta
Foto: amikom
Prof Ema Utami dari Universitas Amikom Yogyakarta

Oleh : Prof Ema Utami*

REPUBLIKA.CO.ID, Hari Selasa, 14 Februari 2023 yang lalu saya menghadiri Focus Group Discussion (FGD) yang membahas mengenai keharusan di era digital saat ini untuk mau dan mampu beradaptasi dengan adanya kemajuan teknologi, khususnya yang berbasiskan Kecerdasan Artifisial. Salah satu adaptasi yang mutlak harus dijalani di era Kecerdasan Artifisial saat ini adalah mau dan mampu menggunakan teknologi. Kemunculan berbagai teknologi yang memiliki komponen Kecerdasan Artifisial di dalamnya kini semakin banyak terobosannya dan semakin luas pula bidang penggunaannya.

Semakin ketatnya persaingan implementasi teknologi berbasiskan Kecerdasan Artifisial, khususnya antara Microsoft dan OpenAI sebagai pemilik ChatGPT dengan Google sebagai pemilik Bard juga memicu berbagai perusahaan lain untuk turut berkompetisi di dalamnya. Salah satunya adalah penggunaan teknologi berbasiskan Kecerdasan Artifisial di bidang seni. Tidak dimungkiri bahwa saat ini aplikasi yang berbasiskan Kecerdasan Artifisial di bidang seni semakin "pintar" dan telah menjangkau banyak ragam bidang seni. Dalam bidang seni gambar, kini semakin banyak tersedia aplikasi berbasiskan Kecerdasan Artifisial, seperti untuk mengubah deskripsi teks menjadi lukisan, foto menjadi gambar ilustrasi, dan lain sebagainya.

Bidang seni suara, seperti untuk membuat lagu atau musik juga tak luput dari kemunculan teknologi berbasiskan Kecerdasan Artifisial. Keluasan bidang yang mampu "diganggu" oleh teknologi berbasiskan Kecerdasan Artifisial ini tentu semakin menarik dan menjadi tantangan tersendiri dalam perkembangannya. Namun seperti dalam catatan sejarah bahwa berbagai kemunculan teknologi juga memberikan ancaman kepada banyak pihak lain. Sebagai contoh adalah keresahan seorang pekerja seni yang disampaikan kepada salah satu penerbit surat kabar karena menggunakan gambar ilustrasi yang diduga berasal dari aplikasi berbasiskan Kecerdasan Artifisial menjadi pembicaraan hangat di media sosial. Persoalan hak cipta merupakan salah satu poin yang dipermasalahkan, muncul dugaan bahwa aplikasi melakukan pencurian gambar yang ada di Internet yang kemudian digunakan untuk menghasilkan gambar baru.

Tidak bisa dimungkiri bahwa di Internet terdapat jutaan atau bahkan milyaran gambar yang tersedia, baik yang dinyatakan bebas atau memiliki hak cipta. Permasalahan hak cipta yang mungkin dilanggar oleh teknologi berbasiskan Kecerdasan Artifisial ini masih menjadi bahan pembicaraan dan menjadi bahan diskusi pula bagaimana hak cipta atas karya seni yang dihasilkan oleh teknologi ini. Diskusi ini sudah barang tentu akan melibatkan banyak lintas bidang ilmu, seperti informatika, seni, dan hukum.

Saat ini disrupsi kemunculan teknologi berbasiskan Kecerdasan Artifisial merupakan sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari. Kemampuan beradaptasi menjadi salah satu kunci yang harus dimiliki. Bahwa kemajuan teknologi yang sangat cepat membuat manusia dihadapkan pada dua sisi mata koin adalah hal yang tidak dapat dielakkan. Teknologi berbasiskan Kecerdasan Artifisial memiliki dampak positif dan dampak negatif, sehingga manusia tentu saja yang harus dapat memandu dalam pengembangan dan penggunaan teknologi tersebut supaya mengikuti aturan, baik hukum maupun moral yang berlaku.

Pengetahuan mengenai suatu teknologi dari banyak sisi, khususnya teknologi berbasiskan Kecerdasan Artifisial, baik dalam pengembangan maupun penggunaannya dipastikan harus dimiliki oleh civitas akademika, khususnya dari bidang Informatika.  Sebagai dosen tentu saja diharapkan selain dapat memberikan pengajaran juga mampu memberikan contoh perilaku yang baik, khususnya dalam hukum dan moral ini. Semoga kita semua bisa mengikuti suri tauladan manusia terbaik seperti yang disebutkan dalam surat Al-Ahzab ayat 21, “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” Wallahu a’lam. 

 

*Wakil Direktur Program Pascasarjana Universitas Amikom Yogyakarta

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement