Selasa 14 Feb 2023 17:33 WIB
...

Guru Besar Unkris Prof Gayus Ingatkan Akademisi Harus Independen dalam Sidang Bharada E

Lembaga peradilan harus independen, imparsial, dan steril dari pertemanan apapun.

Mantan Hakim Agung yang kini menjadi Guru Besar Universitas Krisnadwipayana (Unkris), Prof Gayus Lumbuun.
Foto:

Lebih lanjut, mantan hakim agung tersebut mengingatkan bahwa lembaga peradilan harus independen, imparsial, dan steril dari pertemanan dalam berbagai bentuknya. Tidak boleh ada pertemanan dalam bentuk apapun, terutama saat menangani sebuah perkara. Dengan kata lain, lembaga peradilan dan hakim harus bersih dari yang namanya friends of court. "Terlebih jika dalam pertemanan itu ada upaya-upaya untuk mempengaruhi hakim dalam membuat putusan. Seperti menyurati hakim dan meminta terdakwa, baik yang tujuannya meringankan atau memberatkan."

Prof Gayus mengingatkan, dalam memutus suatu perkara, hakim memiliki tiga pertimbangan yakni, kebenaran yuridis, kebenaran sosiologis, dan kebenaran filosofis. Setelah mempertimbangkan ketiga hal tersebut, baru hakim bisa memberikan putusan.

Kebenaran yuridis itu sendiri menyangkut kepastian bahwa hukum itu benar. Karena dalam proses penyusunan produk hukum, selalu melibatkan banyak pihak termasuk akademisi. “Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) di DPR RI ketika membuat suatu produk undang-undang, dimulai dengan pembahasan naskah akademik yang berasal dari berbagai kampus,” kata Prof Gayus.

Lalu, kebenaran filosofis terkait kearifan dari hakim untuk melihat pelaku dan duduk perkara. Sedang kebenaran sosiologis, hakim akan mengacu pada perkembangan di dalam masyarakat. “Bisa saja diberi masukan, tapi bukan dalam bentuk intervensi atau upaya mencampuri hal-hal yang menyangkut substansi perkara,” jelas anggota DPR RI periode 2004-2014 ini.

Amicus curiae itu sendiri merupakan istilah yang muncul dari Hukum Romawi Kuno. Ketika Kerajaan Romawi Kuno berkuasa abad ke-9, Roma membentuk sekelompok penasihat independen atau disebut dengan istilah consilium yang bertujuan untuk mengarahkan dan sekaligus mengawasi segala hal yang berkaitan dengan seluruh aspek dalam penanganan perkara.

Awalnya, praktik ini berlangsung di negeri-negeri dengan sistem common law, khususnya di pengadilan tingkat banding atau pada kasus besar dan penting. Belakangan amicus curiae telah diatur oleh negara-negara dengan sistem civil law.

Amicus Curiae atau dapat disebut juga dengan “friends of court” atau sahabat pengadilan, adalah bentuk masukan dari individu maupun organisasi yang bukan bertindak sebagai pihak dalam perkara tetapi menaruh perhatian atau berkepentingan terhadap suatu kasus.

Amicus curiae dapat dikatakan hanya sebagai sebuah mekanisme. Di mana pihak ketiga yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara dapat mengajukan opini hukumnya untuk memperkuat analisa hukum dan menjadi bahan pertimbangan hakim. Opini hukum yang diberikan biasanya mencakup informasi yang terabaikan. Dengan opini tersebut, amicus curiae memberikan perspektif yang lain mengenai kasus yang sedang disidangkan. Dokumen yang memuat opini tersebut disebut sebagai amicus brief.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement