Selasa 14 Feb 2023 14:00 WIB

Ada BRIN, Anggaran Riset Nasional Malah Paling Rendah dalam Sejarah

Anggaran riset saat ini lebih rendah daripada era Orde Baru dan di bawah Malaysia.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Erik Purnama Putra
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto minta pemerintah tidak mencabut kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) crude palm oil (CPO).
Foto: DPR
Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto minta pemerintah tidak mencabut kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) crude palm oil (CPO).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR, Mulyanto, menyayangkan anjloknya anggaran riset nasional sejak dilakukannya peleburan kelembagaan iptek ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Bahkan, anggaran penelitian pada era Joko Widodo (Jokowi) jauh lebih rendah daripada pada masa Orde Baru.

Mulyanto memaparkan, pada 2017, alokasi anggaran riset sebesar Rp 24,9 triliun atau 0,2 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka itu pada tahun ini anjlok menjadi Rp 6,5 triliun atau 0,03 persen terhadap PDB.

"Ini kan setback! Mundur jauh ke belakang," kata Mulyanto dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (14/2/2023).

Baca: Kepala BRIN Jelaskan Alasan Drone Elang Hitam tak Lagi Dikembangkan untuk Militer

Mulyanto menyebutkan, anggaran iptek Indonesia sangat minim dibandingkan alokasi riset di negeri jiran. Anggaran riset di Malaysia dan Singapura masing-masing sebesar 1,26 persen dan 2,19 persen terhadap PDB. Tentu saja angka tersebut jauh di atas anggaran riset Indonesia.

"Bahkan, untuk anggaran riset nasional sendiri, merosot dari Rp 3,1 triliun atau 0,016 persen terhadap PDB di tahun 2022, menjadi hanya sebesar Rp 2,2 triliun atau 0,010 persen terhadap PDB di tahun 2023," kata mantan pegawai Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) tersebut.

Menurut Mulyanto, kondisi itu sangat paradoks. Di satu sisi, peleburan kelembagaan iptek menyebabkan BRIN menjadi lembaga superbody dan sentral, baik dari aspek sumber daya manusia (SDM), anggaran riset, infrastruktur riset, maupun manajemen riset. Tetapi pada saat yang sama, malah terjadi penciutan anggaran riset di BRIN.

Baca: Sejarah BRIN, Hanya Ada Foto Sukarno dan Laksana Tri Handoko, tak Ada Habibie

"Inilah akibat sekaligus masalah mendasar dari peleburan kelembagaan riset yang sarat politisasi, tanpa didukung perhatian, kepemimpinan dan anggaran yang cukup dari pemerintah," kata Mulyanto.

Menurut dia, semua itu mengakibatkan terdengarnya kisah pilu dan memprihatinkan di dunia riset. Kisah-kisah itu, di antaranya penutupan berbagai pusat riset, penghentian berbagai program strategis, kekurangan dana riset, rebutan kursi staf, rebutan alat lab, pemberhentian para honorer ahli, dan lain sebagainya.

"Bila ekosistem riset kita terus memburuk seperti ini, dapat diperkirakan bahwa kinerja riset akan semakin melorot," kata Mulyanto.

Karena itu, Mulyanto menilai, peleburan kelembagaan iptek gagal. Konsolidasi lebih dari dua tahun tidak membuahkan hasil. "Kini saatnya kita kembalikan kelembagaan riset dan inovasi seperti sedia kala," kata Mulyanto.

Baca: Kemenhan Sebut TNI Beli Drone Bayraktar TB2 dan Anka dari Turki

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement