Senin 13 Feb 2023 21:18 WIB

Vonis Mati Sambo, Bagaimana Korelasi Syariat Islam dan Hukum Positif Terkait Hukuman Mati?

Pemberlakuan hukuman mati menurut Islam harus melalui syarat yang ketat

Rep: Rossi Handayani / Red: Nashih Nashrullah
Terdakwa Ferdy Sambo berbincang bersama penasehat hukumnya Arman Hanis saat menjalani sidang vonis kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). Majelis Hakim menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Ferdy Sambo dengan hukuman mati.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Terdakwa Ferdy Sambo berbincang bersama penasehat hukumnya Arman Hanis saat menjalani sidang vonis kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023). Majelis Hakim menjatuhkan vonis terhadap terdakwa Ferdy Sambo dengan hukuman mati.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Senin (13/2/2023), memutuskan terdakwa Ferdy Sambo dengan hukuman mati. Hakim menilai, Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan terhadap korban Brigadir J. 

Islam juga mempunyai sistem dalam penjatuhan dan pelaksanaan hukuman mati, seperti apa? Pakar hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII), Prof Mudzakkir mengungkapkan, Islam mengakui adanya hukuman mati dengan syarat khusus di dalamnya.

Baca Juga

"Prinsipnya Islam mengatur hukuman mati. Dikenakan hukuman mati dengan syarat-syarat khusus, syaratnya adalah tidak ada maaf dari ahli waris korban. Jadi pembunuhan, kemudian keluarga korban tidak memaafkan maka hukuman mati tetap bisa dilakukan," kata Prof Mudzakkir kepada Republika.co.id pada Senin (13/2/2023).

Prof Mudzakkir menjelaskan, apabila keluarga korban memaafkan, maka seseorang tidak dapat dijatuhi hukuman mati. 

Untuk itu berlaku hukum diyat, sebagai kompensasi nyawa manusia. Dalam hukum islam, kompensasi dibayarkan dengan 100 ekor unta, sementara di Indonesia dapat dikonversikan menjadi 100 ekor sapi. Selanjutnya, jika keluarga tidak menuntut kompensasi 100 ekor sapi, maka berlaku hukuman lainnya.

"Jadi kalau keluarga memaafkan tidak menuntut 100 ekor sapi maka bisa dilakukan hukuman takzir dari hakim agar menjadi sarana untuk bertaubat,\" kata Prof Mudzakkir.

Di samping itu, apabila dalam keluarga korban pembunuhan terdapat perselisihan terkait hukuman mati, Prof Mudzakkir mengungkapkan, hal ini kembali kepada ahli waris korban. 

Keputusan yang diambil berdasarkan mayoritas, seperti dalam harta waris, maka untuk laki-laki bagiannya lebih besar.

Prof Mudzakkir mengatakan, dalam penerapan di Indonesia untuk tindakan pembunuhan maka juga dapat berlaku hukuman mati. Hukuman tersebut diterapkan apabila tidak mendapatkan permintaan maaf dari keluarga korban.

"Penerapannya di Indonesia, mendengar suara hati dari keluarga korban, (mereka meminta) dihukum secara adil dan seberatnya, pihak keluarga tidak memaafkan," kata dia.

Baca juga: Ketika Sayyidina Hasan Ditolak Dimakamkan Dekat Sang Kakek Muhammad SAW

Prof Mudzakkir mengatakan, terkait hukuman mati di Indonesia terdapat dalam pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal tersebut berbunyi, 'Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord), dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lama dua puluh tahun'.

Prof Mudzakkir mengatakan, bahwa hukum Islam menjiwai hukum nasional. Artinya, sebagian dari hukum Islam masuk ke dalamnya, dan menjiwai penegakan hukum.

Sementara, Pendiri Rumah Fikih Indonesia (RFI) Ustadz Ahmad Sarwat mengungkapkan, hukum di dalam agama Islam terdapat dua macam, yakni pertama bersifat mutlak dari Allah Ta'ala, dan kedua hukum yang diserahkan kepada manusia. Ustadz Ahmad mengatakan, hukum mati memang ada dalam Islam.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement