Omnibus Kesehatan: Tenaga Medis Hanya Dapat Membentuk Satu Organisasi Profesi

PB IDI menolak pembahasan RUU Kesehatan karena ada indikasi memecah-belah organisasi

Rabu , 08 Feb 2023, 20:32 WIB
Tenaga kesehatan bersiap melakukan rontgen saat pemeriksaan kesehatan gratis di Pasar Beringharjo, Yogyakarta. Badan Legislasi (Baleg) DPR telah menetapkan rancangan undang-undang (RUU) tentang Kesehatan yang menggunakan metode omnibus law sebagai usul inisiatif DPR. RUU tersebut terdiri dari 20 bab dan 478 pasal, yang setidaknya mengatur 14 hal.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Tenaga kesehatan bersiap melakukan rontgen saat pemeriksaan kesehatan gratis di Pasar Beringharjo, Yogyakarta. Badan Legislasi (Baleg) DPR telah menetapkan rancangan undang-undang (RUU) tentang Kesehatan yang menggunakan metode omnibus law sebagai usul inisiatif DPR. RUU tersebut terdiri dari 20 bab dan 478 pasal, yang setidaknya mengatur 14 hal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi (Baleg) DPR telah menetapkan rancangan undang-undang (RUU) tentang Kesehatan yang menggunakan metode omnibus law sebagai usul inisiatif DPR. RUU tersebut terdiri dari 20 bab dan 478 pasal, yang setidaknya mengatur 14 hal.

Salah satu yang diatur adalah terkait pembentukan organisasi profesi bagi tenaga medis dan tenaga kesehatan. Hal tersebut menjadi berada dalam poin kesembilan ketika dibacakan oleh Wakil Ketua Baleg M Nurdin.

"9, organisasi profesi sebagai wadah berhimpunnya tenaga medis atau tenaga kesehatan, di mana setiap kelompok tenaga medis atau tenaga kesehatan hanya dapat membentuk satu organisasi profesi," ujar Nurdin dalam rapat pleno Baleg, Selasa (7/2) malam.

"10, pembentukan perhimpunan ilmu oleh organisasi profesi, pelibatan kolegium dan konsil dalam pengelolaan tenaga medis atau tenaga kesehatan," lanjutnya.

Sementara dalam poin ke-14, RUU omnibus Kesehatan akan mencabut sebanyak sembilan undang-undang di bidang kesehatan. Otomatis, sembilan undang-undang tersebut tak berlaku saat RUU tersebut disahkan menjadi undang-undang.

"14, ketentuan penutup yang menyatakan bahwa saat undang-undang ini mulai berlaku, sembilan undang-undang dalam bidang kesehatan dinyatakan dicabut atau tidak berlaku," ujar Nurdin.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Slamet Budiarto menolak pembahasan RUU Kesehatan. Sebab, revisi undang-undang tersebut menghadirkan kemungkinan pemecah-belahan organisasi profesi kesehatan.

RUU Kesehatan sendiri akan menggunakan mekanisme omnibus law atau menggabungkan undang-undang lainnya. Sejumlah undang-undang yang disebut akan digabungkan adalah Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan, dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

"Ada indikasi dipecah-belahnya kami organisasi profesi, bahwa kami di kedokteran hanya satu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), PPNI hanya satu, Persatuan Perawat Nasional, IAI juga sama, IPI juga sama, ada klausul yang dimungkinkan memecah-belah," ujar Slamet di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (16/1).

Selanjutnya adalah permasalahan adanya aturan terkait izin praktik. Ia menjelaskan bahwa lewat revisi UU Kesehatan, pencapaian kompetensi ditentukan oleh Menteri Kesehatan dan pemerintah daerah, padahal seharusnya itu adalah ranah organisasi profesi.

"Intinya bahwa undang-undang ini tujuannya tadi katakan filosofinya baik, tapi tidak harus mencabut undang-undang profesi. Ada masalah pasal, salah sedikit itu perlu diperbaiki, tapi tidak mencabut," ujar Slamet.