Jumat 03 Feb 2023 08:22 WIB

Ahli SF-ITB Lakukan Riset Soal Tingkat Risiko Tembakau Alternatif, Paparkan Sejumlah Hasil

Kajian ilmiah bisa menjadi informasi komprehensif bagi publik.

Penjual menata rokok elektrik di kawasan Gandul, Depok, Jawa Barat (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Asprilla Dwi Adha
Penjual menata rokok elektrik di kawasan Gandul, Depok, Jawa Barat (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin, secara komparatif dicek risiko kesehatannya dalam kajian literatur ilmiah dari Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (SF-ITB). Disebutkan, hasilnya menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki paparan zat berbahaya dan berpotensi berbahaya (harmful and potentially harmful constituents) lebih rendah daripada rokok konvensional. 

Guru Besar SF-ITB Prof. Dr. rer. nat. Rahmana Emran Kartasasmita, M.Si. menjelaskan, kajian literatur ilmiah dengan tajuk Kajian Risiko (Risk Assessment) Produk Tobacco Heated System (THS) Berdasarkan Data dan Kajian Literatur bertujuan untuk menghitung perkiraan tingkat risiko produk tembakau yang dipanaskan. Kajian tersebut berdasarkan metode standar yang dilakukan lembaga-lembaga dunia seperti World Health Organization (WHO), International Agency for Research on Cancer (IARC), Centers for Disease Control and Prevention (CDC), dan United State Environmental Protection Agency (US-EPA).

Baca Juga

Proses kajian risiko tersebut melalui beberapa tahapan. Pertama, penelusuran literatur independen dan publikasi ilmiah. “Tujuannya untuk mencari data kualitatif dan kuantitatif terkait berbagai senyawa dalam produk tembakau yang dipanaskan dan rokok sebagai pembanding, serta penggolongan karsinogenitasnya dengan merujuk pada IARC (The International Agency for Research on Cancer atau Badan Internasional untuk Penelitian Kanker),” kata Prof. Emran yang sekaligus anggota peneliti kajian ilmiah tersebut,  dilansir dari Antara, Kamis (2/2/2023).

Tahap selanjutnya, tim SF-ITB melakukan pencarian data karakterisasi bahaya untuk senyawa dengan nilai ambang (non-karsinogenik dan karsinogenik non-genotoksik) dan tanpa nilai ambang keamanan (karsinogenik genotoksik), penghitungan kajian paparan dengan kasus skenario terburuk, serta dilanjutkan dengan karakterisasi risiko untuk non-karsinogenik dan substansi karsinogenik.

Hasilnya, kata Prof. Emran, produk tembakau yang dipanaskan memiliki profil risiko yang lebih rendah daripada rokok. Namun, produk ini tidak sepenuhnya bebas risiko. Selain itu, komponen zat berbahaya dan berpotensi berbahaya juga begitu minim. Zat berbahaya dan berpotensi berbahaya  yang dimaksud berupa acrolein, benzena, nikotin, dan 1,3-butadiene. 

“Kalau dipikir sederhana secara logika, tentu saja dengan dipanaskan seharusnya lebih sedikit komponen zat berbahaya dan berpotensi berbahaya yang terbentuk secara kualitatif, jenis, maupun kuantitatif kadarnya,” papar Prof. Emran.

Hasil kajian SF-ITB tersebut juga selaras dengan kajian ilmiah yang dilakukan oleh lembaga-lembaga kesehatan yang kredibel di dunia, termasuk Public Health England dan UK Committee on Toxicology (COT), bagian dari Food Standards Agency, yang menyimpulkan bahwa produk tembakau yang dipanaskan memiliki profil risiko 90-95 persen lebih rendah daripada rokok.

Dengan berbagai hasil kajian ilmiah tersebut, Prof. Emran mengajak pemerintah dan pemangku kepentingan terkait lainnya untuk turut mengkaji produk tembakau alternatif bersama para akademisi, pelaku industri, asosiasi, hingga konsumen. Hasil dari kajian tersebut akan sangat membantu dalam meluruskan disinformasi terhadap produk ini. 

“Nantinya, kajian ilmiah bisa menjadi informasi komprehensif bagi publik, terutama perokok dewasa, untuk menurunkan prevalensi merokok sehingga kesehatan masyarakat semakin baik,” kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement