Selasa 31 Jan 2023 16:29 WIB

Ketegangan di Laut China Selatan Dinilai Perlu Dilihat dalam Perspektif Geopolitik

Ada tiga alternatif pendekatan dalam strategi keamanan maritim.

Mahasiwa Program Doktoral Universitas Pertahanan (Unhan) Cohort 3, Cecep Hidayat
Foto: Dok.Republika
Mahasiwa Program Doktoral Universitas Pertahanan (Unhan) Cohort 3, Cecep Hidayat

REPUBLIKA.CO.ID,BOGOR -- Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pertahanan RI direkomendasikan untuk menambah jumlah kapal selam hingga 16 unit, sebagai salah satu langkah strategi keamanan maritim Indonesia dalam mengantisipasi dinamika serta implikasi geopolitik negara di kawasan Laut China Selatan (LCS). 

Rekomendasi itu disampaikan oleh Mahasiwa Program Doktoral Universitas Pertahanan (Unhan) Cohort 3, Cecep Hidayat, saat mempertahankan disertasinya dalam sidang promosi terbuka yang digelar di Kampus Unhan, Sentul, Bogor, Jawa Barat, Selasa (31/1/2023). Sejumlah rekan seangkatan Cecep hadir bersama keluarga di sidang terbuka itu, termasuk Sekjen DPP PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, yang sudah lebih dahulu lulus program studi ilmu pertahanan Unhan.

Baca Juga

Disertasi karya Cecep berjudul “Geopolitik Negara Kawasan Asia Tenggara dalam Merespons Sengketa di Laut China Selatan dan Implikasinya bagi Keamanan Maritim Indonesia”.

“Rekomendasi kepada Kementerian Pertahanan RI, peningkatan alutsista berupa jumlah kapal selam, minimal 16 buah, yang disesuaikan dengan pangkalan depan 4 buah, pangkalan induk di belakangnya, dalam rangka mendukung pertahanan kewilayahan yang 4 buah, dan kekuatan cadangan strategis sebanyak 8 buah,” kata Cecep keterangan persnya, Selasa (31/1/2022).

Dia menyatakan, peningkatan kemampuan dan jumlah alutsista tersebut harus terus dilakukan untuk dapat mengimbangi perkembangan kekuatan yang terjadi di kawasan Indo Pasifik. Ia juga menyarankan agar Kementerian Pertahanan RI melakukan review Peraturan Presiden (Perpres) RI Nomor 66 Tahun 2019 Tentang Susunan Organisasi TNI. 

Dalam Perpres tersebut,kata dia , disebutkan bahwa kedudukan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) adalah sebagai Komando Utama (Kotama). Hal ini berdampak pada struktur organisasi Kogabwilhan tidak mungkin membawahi Kotama TNI lainnya. 

Oleh karena itu, Cecep menilai perlu dilaksanakan peninjauan ulang terhadap Perpres tersebut di mana kedudukan Kogabwilhan seharusnya merupakan Komando Gabungan (Kogab) yang membawahi Kotama di wilayah jajarannya, dengan posisi Kogab berada di bawah Panglima TNI. 

“Dengan demikian, akan terbentuk suatu jaring Komando yang solid antarmatra TNI dalam melaksanakan operasi,” imbuhnya.

Menurutnya, konflik yang terjadi antara claimant states -setidaknya Tiongkok, Vietnam yang telah meminta bantuan Rusia, serta Filipina yang terhubung dengan AS-, telah meningkatkan eskalasi ancaman di kawasan konflik. Hal tersebut menyebabkan negara-negara yang bersangkutan mulai meningkatkan kekuatan militernya demi mempertahankan kedaulatan dan kepentingan nasionalnya masing-masing.

“Kondisi tersebut menyebabkan peningkatan terhadap perlombaan perseniataan Angkatan Laut atau naval arms race diantara negara-negara kawasan. Bahkan sebagian besar negara yang bersangkutan senantiasa meningkatkan kapasitas patroli laut dan latihan tempur di area sengketa,” urainya.

Implikasi geopolitik tegangan itu meluas. Misal, kata dia, jika terjadi ketidakstabilan situasi geopolitik di wilayah LCS, AS akan merasa kepentingannya terancam karena banyak urusan negeri tersebut melalui jalur LCS. Belum lagi jika bicara potensi peningkatan pelanggaran wilayah untuk segala kegiatan yang menggunakan media laut sebagai alur perlintasan.

Menurut Cecep, ada tiga alternatif pendekatan dalam strategi keamanan maritim. Pendekatan yang pertama adalah Soft Power Approach (Pendekatan yang lunak), yakni dengan membentuk Security Community (Komunitas Keamanan). Misalnya dengan lahirnya the Declaration of the Conduct (DOC). 

Kedua, Hard Power Approach (Pendekatan yang keras) yakni strategi Perlombaan Senjata dan Keseimbangan Kekuatan. Dan ketiga adalah Smart Power Approach (Pendekatan yang cerdas), yakni strategi berupa Security Regime (Rezim Keamanan). Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan the Code of Conduct (COC).

Karenanya, ia juga merekomendasikan kepada Kementerian Luar Negeri segera merealisasikan COC sebagai salah satu program prioritas ASEAN di tahun 2023. Kedua, agar mengangkat isu pentingnya kesatuan suara ASEAN dan peningkatan ketegasan sikap ASEAN dalam menyikapi sengketa di LCS. “Sehingga bisa meningkatkan posisi tawar ASEAN sebagai forum kerja sama regional yang mampu melindungi anggotanya yang tengah bermasalah,” kata Cecep.

Cecep juga memberikan rekomendasi kepada sejumlah badan lainnya seperti Mabes TNI AL agar meningkatkan diplomasi maritim; kepada Kemenkopolhukam agar memperkuat sinergi antar kementerian-lembaga negara dalam keamanan laut; kepada Bakamla agar meningkatkan patroli berkala; hingga ke Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait review UU 45/2009 dan penguatan kapabolitas pada isu-isu sektor kelautan.

Cecep mempertahankan disertasinya di hadapan jajaran doktor dan guru besar yang menjadi penguji. Diantaranya adalah Mayjen (TNI) Joni Widjayanto, Laksma TNI Kresno Buntoro, Phd, Prof. Dr.Richardus Eko Indrajit, dan Dr.Makarim Wibisono.

Di akhir sidang, sidang terbuka menetapkan kelulusan Cecep Hidayat dengan predikat cum laude. “Predikat cum laude, Saudara berhak menyandang gelar doktor ilmu pertahanan Universitas Pertahanan yang ke-27,” kata Mayjen Joni Widjayanto yang juga ketua sidang.

Hasto Kristiyanto menyampaikan ucapan selamat kepada koleganya, tersebut. Baginya, kerja keras Cecep dan dukungan keluarganya selama riset dilakukan, pantas diberi apresiasi.

Terkait tema disertasi, Hasto mengatakan bahwa tema yang diangkat Cecep sangat aktual. Karenanya, berbagai rekomendasi dari hasil penelitian disertasi itu patut untuk menjadi masukan bagi lembaga pemerintahan terkait.

“Saya ucapkan selamat kepada Pak Cecep Hidayat. Saya berharap hasil disertasinya semakin membangun kesadaran tentang pentingnya pemahaman geopolitik di dalam upaya memperjuangkan kepentingan nasional Indonesia.

Disertai Pak Cecep memberikan kontribusi penting di dalam mensikapi ketegangan di Kawasan Laut China Selatan dalam perspektif geopolitik,” kata Hasto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement