Anggaran Negara Terus Naik, Subsidi untuk Rakyat Terus Berkurang

DPR menilai kebijakan subsidi pemerintah belum berpihak kepada rakyat.

Senin , 30 Jan 2023, 14:05 WIB
Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS, Anis Byarwati, menyoroti terus naiknya anggaran negara, tapi subsidi untuk rakyat yang terus berkurang. (ilustrasi).
Foto: Dok Republika
Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS, Anis Byarwati, menyoroti terus naiknya anggaran negara, tapi subsidi untuk rakyat yang terus berkurang. (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS, Anis Byarwati, menyoroti terus naiknya anggaran negara, tapi subsidi untuk rakyat yang terus berkurang. Antara lain pengurangan nilai manfaat dana haji dan pembatasan subsidi pupuk.

Ada pula pengurangan subsidi BBM, kenaikan pajak PPN sampai rencana kenaikan tiket KRL. Ia menerangkan, di tengah naiknya anggaran negara secara drastis menembus Rp 3.041 triliun, di sisi lain banyak subsidi untuk rakyat dikurangi.

Baca Juga

"Ini ironi di tengah perekonomian masyarakat yang belum pulih," kata Anis, Senin (30/1/2023).

 

Anis turut mengkritik istilah 'subsidi tidak tepat sasaran' yang semakin sering digunakan untuk mengurangi, bahkan mencabut subsidi untuk rakyat. Ia menilai, ini menunjukkan kebijakan subsidi pemerintah belum berpihak kepada rakyat.

Misalnya, harga tiket KRL yang dianggap pemerintah terlalu murah, sehingga perlu dibedakan berdasarkan konsumen yang kaya dan yang miskin. Padahal, negara-negara maju manapun selalu mendorong rakyatnya memakai transportasi publik terjangkau.

Sebab, tidak cuma bisa mengurangi emisi, langkah itu bisa jadi solusi persoalan kemacetan. Contoh lain, kenaikan tarif listrik golongan bawah dan LPG ukuran tiga kilogram. Ia mengingatkan, tujuan bernegara memajukan kesejahteraan umum.

Menurut Anis, begitu pemerintah mengamini atau menginisiasi terjadinya kenaikan, angka inflasi akan semakin meningkat, sehingga kualitas dari pertumbuhan ekonomi terdegradasi. Jadi, kesejahteraan untuk kemaslahatan publik malah dipertanyakan.

 

"Jangan bagi kelompok atau pribadi saja, jangan sampai mindset pemerintah itu bahwa rakyat adalah beban, seperti pernah disebut misalnya pensiunan adalah beban negara, ini kan tidak pas dengan arah tujuan bernegara," ujar Anis.

Anis mengaku prihatin dengan semakin beratnya beban rakyat yang dipicu kenaikan pajak, mulai dari naiknya bea materai sampai PPN. Hal ini menjadi ironi lainnya di tengah berbagai insentif yang terus diberikan bagi kelas menengah atas.

Sebab, ia mengingatkan, insentif dan fasilitas perpajakan sebenarnya ada, tapi justru banyak diberikan kepada masyarakat berpendapatan tinggi. Ironisnya, dari pemerintah terus mengejar sumber perpajakan masyarakat berpendapatan rendah. "Ini melukai rasa keadilan publik," kata Anis.

Anis menekankan, setiap kebijakan subsidi itu harus diambil melalui kajian yang komprehensif dan selaras dengan semangat UUD. Sehingga, semua lapisan masyarakat mendapatkan manfaat dan merasakan keberpihakan lewat kebijakan dari pemerintah.

Ia menambahkan, ketidaktepatan kebijakan yang diambil pemerintah dapat memicu munculnya kemiskinan baru. Anis mengingatkan, penduduk Indonesia yang rentan miskin jumlahnya 182 juta jiwa atau 66,7 persen dari populasi akibat pandemi. "Ketidaktepatan kebijakan akan berdampak jatuhnya kemiskinan baru," ujar Anis.