Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image M. Hasan

Kritik Gibran, Kritik Publik Sepak Bola Indonesia

Olahraga | Sunday, 29 Jan 2023, 22:28 WIB
Foto: qoala.app

Ada yang tak beres dengan para oknum suporter sepak bola Indonesia. Bayangkan tragedi Kanjuruhan belum juga tuntas, namun sepak bola tanah air sudah kembali harus tercoreng oleh aksi bodoh sejumlah oknum suporter yang menyerang bus Persis Solo.

Ironisnya, ulah oknum suporter semacam ini bukan hanya sekali. Tetapi berkali-kali. Bahkan pasca Tragedi Kanjuruhan, yang kita harapkan sebagai momentum perdamaian antar suporter dan pembenahan sepak bola Indonesia, malah ada dua kali oknum suporter yang melakukan aksi memalukan ini.

Pertama, kasus bis Arema FC yang diserang oknum suporter belum lama ini. Kedua, sebelumnya lagi, bus pemain Thailand yang diserang sejumlah oknum suporter Indonesia saat mereka bertandang ke Indonesia pada laga Piala AFF 2022.

Kritik Gibran Rakabuming

Sebab itulah, kejadian ini memantik kemarahan dan kritik keras dari sejumlah pihak. Di antaranya Wali Kota Solo Gibran Rakabuming, Pemilik Persis Solo Kaesang, para pemain, dan publik sepak bola Indonesia.

Inti kritik dari Gibran. Pertama, ia menyoroti PSSI dan aparat keamanan yang tidak progresif mengusut tuntas tragedi Kanjuruhan. Lambannya soal (tragedi Kanjuruhan) ini justru jadi ‘pintu masuk’ bagi munculnya oknum suporter kekerasan. Dalam hal ini, para oknum ini tidak ‘takut’ dan makin berani sebab barangkali dikira aksi-aksinya dibiarkan.

Kedua, dalam situasi kompleks kekecewaan atas sepak bola Indonesia, ia masih menaruh harapan setidaknya pada PSSI baru nanti. Terutama ia menyebut dan menyandarkan soal ini kepada Erick Thohir yang dipandang bukan hanya sosok potensial, tapi lebih dari itu ia dipandang punya gagasan untuk masalah manajemen suporter.

"Saya berharap banyak kepada pak @erickthohir. Ini PR besar untuk Anda. Entah twit saya ini dianggap apa enggak sama PSSI,” demikian kata Gibran di twitternya.

Kemarahan Kita Semua

Kemarahan Wali Kota Solo itu adalah kemarahan kita semua, seluruh publik sepak bola Indonesia. Betapa tidak. Ulah kekerasan sejumlah oknum suporter itu bisa berdampak buruk. Hal-hal yang kita hindari, bisa jadi justru terpantik oleh merebaknya kekerasan oleh oknum suporter ini.

Pertama, peristiwa ini bisa memantik kekerasan-kekerasan lain. Peristiwa ini bisa menjadi ‘virus’ atau ‘percikan api’ yang bisa membakar amarah dan kekerasan pada suporter lain. Setidaknya berpotensi memantik dendam suporter yang diserang, menciptakan dendam dan menciptakan permusuhan baru, dan akhirnya terjebak pada lingkar fanatisme buta dan kekerasan antar suporter. Bisa jadi – hal yang paling tidak kita inginkan – kita malah terjebak pada lingkar kekerasan. Itu-itu saja.

Pada pihak lain, ini memberi stigma buruk pada klub yang didukung. Suporter Persita Tangerang secara keseluruhan tercoreng akibat ulah segelintir suporternya.

Kedua, ini bisa melemahkan harapan kita untuk menuju pada pembenahan sepak bola kita. Paling tidak ada semacam pesimisme bahwa tragedi Kanjuruhan tak akan membawa perubahan perbaikan. Sebab kita tak mungkin berharap banyak pada upaya ‘mengedukasi’ suporter jika tak ada upaya pembenahan total mulai dari ketegasan PSSI dan aparat untuk masalah-masalah seperti ini. Kesan pembiaran inilah yang bisa membuat publik sepak bola Indonesia sedikit khawatir dan harapan melemah.

Tapi tentu kita tetap percaya bahwa ulah oknum ini bisa diatasi. Ulah oknum suporter hanyalah mewakili segelintir saja bila dibandingkan dengan komitmen yang disampaikan dan digaungkan oleh suporter-suporter sepak bola Indonesia pasca tragedi Kanjuruhan.

Paling tidak, harapan kita tersematkan pada wajah baru PSSI nanti seperti yang diharapkan oleh Gibran di atas.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image