Jumat 30 Dec 2022 00:37 WIB

PLTU Dituntut Bisa Ikut Tekan Emisi

Saat ini 60 persen produksi listrik di Indonesia masih menggunakan batu bara

Rep: Eric Iskandarsjah Z/ Red: Dwi Murdaningsih
Beberapa karyawan PLTU melintas di depan Kompleks PLTU Indramayu, Sabtu (18/1/2020). PLTU Indramayu menggunakan pelet kayu sampai lima persen sebagai campuran dengan batu bara di pembangkit ini.
Foto: Rakhmat Hadi Sucipto /Republika
Beberapa karyawan PLTU melintas di depan Kompleks PLTU Indramayu, Sabtu (18/1/2020). PLTU Indramayu menggunakan pelet kayu sampai lima persen sebagai campuran dengan batu bara di pembangkit ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasokan listrik merupakan salah satu kebutuhan utama bagi masyarakat. Terlebih, seiring dengan penerapan kendaraan listrik, maka pasokan listrik yang dibutuhkan akan semakin besar.

Hal ini pun jadi tantangan tersendiri bagi industri pembangkit listrik. Terlebih, industri tersebut juga dituntut untuk berperan dalam melakukan dekarbonisasi. Presiden Direktur dan CEO PT Siemens Indonesia, Dr. Lamine Jendoubi mengatakan, terdapat dua tantangan utama yang perlu dihadapi oleh industri pembangkit listrik.

Baca Juga

"Tantangan pertama adalah tantangan dalam menghadirkan energi yang lebih ramah lingkungan. Kemudian, tantangan kedua adalah tantangan dalam menghadirkan energi yang terjangkau," kata Dr. Lamine Jendoubi dalam Siemens Smart-Infra ConneX 2022 di Jakarta pekan lalu.

Ia menilai, kedua tantangan itu bisa dihadapi dengan penerapan teknologi canggih yang menunjang kehadiran energi rendah emisi tapi dalam biaya operasional yang lebih efisien.

Tantangan itu pun jadi tantangan yang harus dihadapi oleh para pelaku industri energi di Indonesia. Mengingat, lanjut dia, mayoritas sumber listrik di Indonesia masih mengandalkan pembagkit listrik tenaga uap yang menggunakan batu bara atau coal power plant.

Oleh karena itu, Siemens menawarkan beragam solusi untuk bisa menjawab seluruh tantangan itu. Solusi yang dihadirkan pun bisa mengakomodasi kebutuhan sumber energi alternatif maupun untuk mengakomodasi pengelolaan sumber energi yang ada dengan optimal.

"Teknologi merupakan pengungkit, dan digitalisasi adalah kunci yang memungkinkan transisi menuju infrastruktur pintar. Infrastruktur pintar adalah infrastruktur yang efisien dan berkelanjutan,” ujarnya.

Urgensi dari penerapan teknologi pun makin tinggi mengingat Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementrian ESDM, Dadan Kusdiana sempat mengatakan, saat ini batu bara masih jadi salah satu sumber utama dalam produksi listrik.

"Saat ini 60 persen produksi listrik di Indonesia masih menggunakan batu bara," kata Dadan. Mengingat masih tingginya kontribusi batu bara, maka diperlukan sinergi dari berbagai stakeholder untuk menghadirkan pembangkit listrik yang lebih ramah lingkungan.

Dengan begitu, penggunaan batu bara dalam produksi listrik bisa terus ditekan. "Penggunaan batu bara akan kami kurangi secara bertahap. Sebagai gantinya, kita akan meningkatkan produksi listrik dari sumber yang lebih ramah lingkungan seperti energi baru terbarukan," ucapnya.


Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement