Komisi IX: PMI Ilegal dan Non-Prosedural Harus Segera Ditangani

Komisi IX DPR sebut pengiriman PMI non prosedural semakin meningkat

Jumat , 23 Dec 2022, 18:03 WIB
Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, mendesak pemerintah dan semua pihak terkait untuk segera melakukan langkah-langkah strategis dalam mengantisipasi pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal dan non-prosedural ke luar negeri. Pasalnya, dalam beberapa waktu belakangan ini, pengiriman PMI non-prosedural semakin meningkat.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, mendesak pemerintah dan semua pihak terkait untuk segera melakukan langkah-langkah strategis dalam mengantisipasi pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal dan non-prosedural ke luar negeri. Pasalnya, dalam beberapa waktu belakangan ini, pengiriman PMI non-prosedural semakin meningkat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, mendesak pemerintah dan semua pihak terkait untuk segera melakukan langkah-langkah strategis dalam mengantisipasi pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) ilegal dan non-prosedural ke luar negeri. Pasalnya, dalam beberapa waktu belakangan ini, pengiriman PMI non-prosedural semakin meningkat. 

Hal itu disebabkan antara lain banyak negara yang sudah membuka pintu masuk seiring dengan landainya kasus covid. Selain itu juga desakan kebutuhan ekonomi para calon PMI, calo pengiriman PMI non-prosedural yang semakin marak, dan adanya agen-agen nakal di luar negeri yang secara sengaja menerima PMI secara non-prosedural.

"Selain Malaysia, banyak negara lainnya seperti Saudi dan negara-negara timur tengah, bahkan belakangan marak diberangkatkan ke Kamboja. Tidak heran, banyak masalah yang menimpa mereka. Minggu lalu, saya menerima pengaduan adanya 12 orang PMI yang tidak bisa pulang dari Kamboja," tutur Saleh yang Ketua Fraksi PAN DPR.

"Pemerintah tahu gak soal ini? Jawabnya, ya tahu. Tahu sekali. Kan kalau ada masalah, pengaduannya ditujukan ke pemerintah. Sayangnya, tidak ditangani secara baik dan tidak tuntas sampai ke akarnya. Dan ini akan terus berlangsung selama ada pihak-pihak yang mendapat keunutungan finansial," ungkap dia menambahkan.

Dalam konteks melakukan antisipasi, kementerian ketenagakerjaan harus melibatkan kementerian, lembaga, dan instansi lain. Ada kementerian luar negeri, kementerian dalam negeri, kementerian hukum dan HAM, BP2MI, kepolisian, dan yang lainnya. 

Khusus kemenkumham, kiranya perlu mengantisipasi agar tidak ada oknum yang mengurus paspor untuk PMI ilegal. Sebab, kepemilikan paspor ini pastilah menjadi  modal utama mereka berangkat. Tanpa paspor, tidak mungkin mereka berangkat.

"Ini memang sulit dan sensitif. Tetapi kalau pemerintah sunguh-sungguh, pasti bisa diantisipasi. Jangan sampai ada kesan bahwa petugas imigrasi justru ikut memfasilitasi."

Ia berharap tindakan antisipasi segera dilakukan. Alasannya semakin lama ditunggu, akan semakin banyak kasus yang akan terjadi. Sehingga lebih baik diantisipasi sedini mungkin sesuai semangat dibalik lahirnya UU No. 18/2017. 

Penekanannya adalah pada perlindungan, bukan penempatan. Kalau perlindungannya bisa maksimal dan prosedural, barulah diberangkatkan.

"Pemerintah harus bertanggung jawab dalam menangani persoalan PMI ini. Perasaan kita sangat miris jika mendengar bahwa jumlah PMI kita di negara-negara lain tidak pasti. Hanya dugaan saja. Di Malaysia diduga sekian juta, di timur tengah diduga sekian juta, di negara lain diduga sekian, dan seterusnya. Masa negara besar seperti Indonesia tidak bisa mendata warganya di luar negeri dengan baik? Berarti ada yang salah di sini. Utamanya pada pemberangkatan PMI ilegal dan non-prosedural. Harus dibenahi dari aspek ini".