Legislator: KLHK Harus Kendalikan Pencemaran Lingkungan dari Perusahaan Pertambangan

Pencemaran dan kerusakan lingkungan yang tidak terkendali bisa melahirkan derita

Selasa , 13 Dec 2022, 14:58 WIB
Ilustrasi Pencemaran Lingkungan.  Wakil Ketua Komisi IV DPR RI G. Budisatrio Djiwandono mengatakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan di Indonesia.
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Pencemaran Lingkungan. Wakil Ketua Komisi IV DPR RI G. Budisatrio Djiwandono mengatakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi IV DPR RI G. Budisatrio Djiwandono mengatakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) harus mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan di Indonesia. Sebab, pencemaran dan kerusakan lingkungan ini berasal dari sejumlah perusahaan pertambangan.

"Karena itu, upaya pengendalian sekaligus pengawasan terhadap sejumlah perusahaan pertambangan secara berkelanjutan bernilai krusial," katanya pada Selasa (13/12/2022).

Baca Juga

Ia menegaskan pencemaran dan kerusakan lingkungan yang tidak terkendali bisa melahirkan derita yang berkepanjangan. Tidak hanya itu, derita tersebut tidak berhenti berdampak pada hayati Indonesia, akan tetapi juga pada rakyat sekitar.

“Mereka yang melakukan kegiatan usaha yang tidak sesuai dengan prosedur yang memberikan dampak begitu dahsyat kepada urusan lingkungan. Percuma kita gembar gembor kepada dunia bahwa angka deforestasi kita semakin menurun. Yang terdampak dari tambang-tambang ilegal ini juga adalah hutan Indonesia dan masyarakat sekitar,” kata dia.

Lebih lanjut, Politikus Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya (F-Gerindra) itu menilai permasalahan utama yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan adalah perilaku manajemen perusahaan tambang yang tidak sesuai dengan kaidah pelestarian lingkungan. Dimana, perilaku tersebut turut diikuti dengan sikap tidak ada rasa tanggung jawab terhadap kerusakan lingkungan dan kurangnya pengawasan disertai dengan proses penegakan hukum yang tidak menimbulkan efek jera.

“Dampak kerusakan hayati akibat limbah tambang ini sangat merugikan. Ini juga membutuhkan biaya pemulihan lingkungan hidup yang tidak sedikit, biaya pengobatan bagi warga terdampak pencemaran akibat kontaminasi pencemaran yang mengandung zat berbahaya. Kami minta pemerintah betul-betul serius menindaklanjuti laporan ini,” kata dia.

Oleh karena itu, Budi berharap KLHK, usai Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, menyiapkan SDM yang mumpuni untuk menindaklanjuti berkas perizinan hingga laporan kerusakan lingkungan yang semakin  bertambah karena adanya penyederhanaan prosedur.

"Saya ingin KLHK menguatkan kolaborasi dengan stakeholder lainnya agar penanganan soal limbah tersebut bisa tertangani sesuai dengan prosedur," kata dia.