Selasa 13 Dec 2022 14:42 WIB

Interpol Polri Bantu Perlindungan Warisan Budaya Kebendaan

Pemberantasan tindak pidana warisan budaya kebendaan manfaatkan sistem Interpol.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Polisi Krishna Murti
Foto: ROL/Tripa Ramadhan
Direktur Reserse Kriminal Umum Komisaris Besar Polisi Krishna Murti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal (Ditjen) Kebudayaan Kemendikbudristek bekerja sama dengan Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri dalam upaya perlindungan warisan budaya kebendaan Indonesia. Lewat kerja sama tersebut, pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencurian warisan budaya kebendaan akan memanfaatkan sistem milik Interpol, yakni I-24/7.

"Kerja sama ini memanfaatkan akses salah satu jenis database Interpol I-24/7, yaitu Stolen Works of Art dan Purple Notices, yang memungkinkan dapat memperoleh informasi dan data barang temuan warisan budaya kebendaan tersebut di seluruh negara anggota Interpol," ujar Kepala Divhubinter Polri Irjen Krishna Murti di Kemendikbudristek, Jakarta, Selasa (13/12/2022).

Baca Juga

Lewat database Interpol tersebut, Indonesia dapat memberikan informasi atau memasukkan data warisan budaya kebendaan ke dalam daftar barang-barang yang hilang atau yang menjadi pengawasan internasional. Lewat sistem itu pula, Indonesia bisa memperoleh informasi tentang modus operandi tindak pidana terkait hal itu.

Krishna menyampaikan, Indonesia merupakan salah satu negara yang amat kaya akan cagar budaya atau warisan budaya. Benda-benda bersejarah tersebut mempunyai nilai. 

Hal itu membuat peminatnya sangat banyak, bahkan hingga ke dunia internasional. Padahal, kata dia, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010, benda-benda warisan sejarah itu dilarang untuk keluar dari Indonesia.

"Tapi, tetap saja ada upaya-upaya untuk membawa keluar karena peminat atau demand-nya di luar negeri begitu tinggi. Kalau kita lihat, banyak sekali kolektor benda purbakala, warisan budaya, termasuk lukisan itu di luar negeri. Itu membuat jaringan-jaringan pelaku kejahatan yang oleh Interpol diindikasikan pelaku kejahatan terhadap warisan budaya selalu bersifat sindikasi internasional dan bersifat transnasional," jelas dia.

Untuk itu, ada kerja sama antarkepolisian dunia yang difasilitasi Interpol untuk saling melindungan benda-benda warisan sejarah tersebut. Kerja sama yang dilakukan harus bersifat interoperabilitas, yang memasukkan data yang dimiliki ke dalam sistem yang digunakan oleh Interpol, yakni I-24/7. 

Sistem tersebut mengoneksikan antarkepolisian di dunia yang dioperasikan oleh Interpol. "Sistem alert yang mengoneksikan antarkepolisian dunia, 193 negara, melalui sistem yang bersifat teknologi digital dan dioperate oleh Interpol," kata Krishna.

Khrisna menerangkan, selama ini upaya yang dilakukan untuk melindungi warisan budaya kebendaan hanya bersifat koordinasi saja antara Polri dengan Kemendikbudristek. Lewat kerja sama yang dilakukan, Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek akan bisa mengoperasikan, membuka sistem tersebut untuk dapat mengetahui keberadaan warisan budaya kebendaan itu jika sudah terpantau oleh sistem.

"(Dapat) melihat apakah ada barang-barang purbakala kita, warisan budaya kita, yang dicari dan ditemukan di luar negeri atau mengumumkan, memasukkan data benda-benda warisan budaya kita yang dicuri sehingga nanti bisa menjadi alert internasional," kata dia.

Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid berharap kerja sama yang dijalin kali ini dapat meningkatkan efektivitas perlindungan warisan budaya kebendaan milik Indonesia. Menurut dia, penggunaan jaringan internasional akan sangat membantu upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia.

"Ini sangat membantu karena semua benda yang dilaporkan hilang, dicuri, itu bisa kita masukan dalam data base ini. Sehingga nanti dipantau internasional dan ditemukan di tempat lain secara langsung akan bisa melalui jaringan Interpol," jelas Hilmar.

Dia menyampaikan, secara umum koleksi warisan budaya kebendaan milik Indonesia mencapai angka ratusan ribu. Koleksi-koleksi itu tersebar di museum yang terlembaga maupun pribadi, tentu dengan tingkat keamanan yang bervariasi di masing-masing lokasi. 

Menurut Hilmar, tingkat keamanan di lokasi yang dikelola oleh pemerintah terus dijaga. Tapi, dia tak menutup mata ada juga lokasi yang tidak memiliki fasilitas keamanan yang memadai.

Kendati demikian, dia mengatakan, kasus pencurian warisan budaya kebendaan Indonesia sudah menurun dalam kurun waktu 10-20 tahun terakhir. Hal itu dapat terjadi karena undang-undang dan peraturan pelaksana yang dibentuk oleh pemerintah Indonesia sudah lebih ketat dibanding sebelumnya.

"Kita bersyukur di Polri awareness tentang pentingnya melindungi ini bersama-sama sangat tinggi. Ada juga PPNS bekerja sama dengan Polri dan dibina Polri sangat efektif. Dalam kasus-kasus ada saja baik di museum sudah terlembaga atau di perorangan," terang dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement