Sabtu 10 Dec 2022 05:03 WIB

Pemkab Cianjur Revisi RTRW Sesuai Analisis BMKG

Ada sembilan desa di Kabupaten Cianjur yang masuk dalam zona berbahaya.

Foto udara rumah yang hancur akibat gempa dan longsor yang terjadi di kawasan Cijendil, Kecamatan Cugenang, Cianjur, Jawa Barat.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Foto udara rumah yang hancur akibat gempa dan longsor yang terjadi di kawasan Cijendil, Kecamatan Cugenang, Cianjur, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Cianjur, Jawa Barat, merevisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sesuai hasil analisis BMKG terkait Patahan (Sesar) Cugenang yang melarang berdirinya bangunan di sembilan desa yang masuk dalam tiga kecamatan seperti Pacet, Cugenang dan Cianjur. Bupati Cianjur, Herman Suherman di Cianjur, Jumat, mengatakan terkait sembilan desa yang masuk dalam Patahan Cugenang, membuat tata ruang Cianjur segera direvisi dan ditetapkan karena masuk dalam zona berbahaya dengan bentangan sepanjang 9 kilometer persegi.

"Kita akan melakukan pendataan sebenarnya di lapangan yang akan dicocokkan dengan foto udara dari BMKG, sehingga tata ruang harus direvisi. Saya sudah meminta Bapelitbangda Cianjur dan dinas terkait lainnya segera melakukan perbaikan," katanya, Jumat (9/12/2022).

Baca Juga

Berdasarkan analisis BMKG, kata dia, Patahan Cugenang membentang mulai dari Desa Ciherang, Ciputri, Cibeureum, Kecamatan Pacet dan Desa Nyalindung, Mangunkerta, Sarampad, Benjot, dan Desa Cibulakan, Kecamatan Cugenang yang ujungnya di Desa Nagrak, Kecamatan Cianjur. Sehingga sembilan desa yang dilintasi patahan harus disterilkan atau dikosongkan dari bangunan pemukiman karena dikhawatirkan patahan kembali aktif sehingga menimbulkan gempa, tercatat 1.800 rumah di sepanjang Patahan Cugenang harus direlokasi.

"Kami sudah menyiapkan lahan relokasi di Kecamatan Cilaku yang akan dibangun 200 rumah, sedangkan di Kecamatan Mande dengan luas tanah 30 hektar akan dibangun 1.600 rumah, sehingga jumlah rumah relokasi sesuai dengan catatan yang diberikan BMKG," kata HermanSuherman.

Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, mengatakan dampak gempa yang sangat merusak di Cianjur diakibatkan kedalaman pusat gempa yang dangkal, dan lokasi permukiman berada di lahan tanah lunak/lepas (efek tanah lunak) dan perbukitan (efek topografi) dan struktur bangunan yang tidak memenuhi standar aman gempa.

Hasil monitoring BMKG menunjukkan hingga Kamis 8 Desember 2022, telah terjadi 402 kali gempa susulan yang makin melemah secara fluktuatif dengan frekuensi kejadian makin jarang dengan kekuatan getaran terbesar 4,3 magnitudo dan terkecil 1,0 magnitudo.

"Memasuki hari ke-19 getaran gempa terus melemah, secara teknis tekanan yang dialami pada kejadian gempa di Cianjur tekanan utamanya dari bagian selatan zona subduksi. Semua sistem sesar yang ada di pulau Jawa, sumber utamanya dari zona subduksi yang menimbulkan patahan di pulau Jawa," demikian Daryono.

 

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement