Kamis 08 Dec 2022 21:31 WIB

Kepala BMKG: Patahan Cugenang Selama Ini Belum Teridentifikasi

Patahan tersebut diketahui untuk merelokasi pembangunan permukiman.

Foto udara rumah yang hancur akibat gempa dan longsor yang terjadi di kawasan Cijendil, Kecamatan Cugenang, Cianjur, Jawa Barat.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Foto udara rumah yang hancur akibat gempa dan longsor yang terjadi di kawasan Cijendil, Kecamatan Cugenang, Cianjur, Jawa Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengatakan selama ini patahan Cugenang, pemicu gempa Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, belum teridentifikasi. Padahal, patahan tersebut diketahui untuk merelokasi pembangunan permukiman.

"Jadi di Indonesia ini sudah identifikasi 295 patahan aktif. Namun patahan Cugenang yang ini belum termasuk yang teridentifikasi. Jadi ini yang baru saja ditemukan atau teridentifikasi," kata Dwikorita dalam konferensi pers daring diikuti di Jakarta, Kamis (8/12/2022).

Baca Juga

Dwikorita mengatakan, zona patahan Cugenang menjadi penting untuk diperhatikan lantaran harus dikosongkan apabila ada yang akan melakukan rekonstruksi atau pembangunan ulang kembali. "Jadi kalau membangun kembali, belum tahu patahan yang ada di mana. Dikawatirkan zona yang patah atau bergeser itu akan dibangun lagi, dan kurang lebih 20 tahun kemudian akan runtuh lagi," ujar Dwikorita.

Sehingga menurut Dwikorita, penemuan atau penetapan zona patahan ini sangat vital dalam mendukung pembangunan kembali rumah-rumah yang rusak. Dwikorita mengatakan, salah satu dasar pertimbangan untuk menentukan strike, atau patahan, adalah rupture atau pecahnya permukaan tanah yang lurus atau sebagai manifestasi dari perpotongan bidang patahan dengan permukaan lintasan.

Menurutnya strike ini yang harus diwaspadai dan dihindari saat membangun kembali. Sebab, patahannya merupakan patahan aktif yang baru teridentifikasi.

Kemudian, berdasarkan mekanisme gempa-gempa susulan yang direkam oleh sensor-sensor BMKG, sampai sekarang sudah lebih dari 400 kali kejadian gempa susulan. "Patahan yang digambarkan dengan garis putus-putus tegak lurus dari Desa Nagrak hingga Desa Ciherang ke arah timur laut adalah jalur yang nantinya harus kosong dari hunian dan tidak boleh dibangun lagi," kata Dwikorita.

Sebab, jika terjadi gempa susulan kurang lebih 20 tahun lagi, bangunan di sekitar lokasi patahan akan terdeformasi dan bisa mengalami getaran yang kuat dan menyebabkan keruntuhan. "Jadi itu zona yang harus dikosongkan adalah sepanjang garis putus-putus ini, dan ke kanan dan ke kiri kurang lebih 300-500 meter," ujar Dwikorita.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement