Selasa 06 Dec 2022 09:35 WIB

Ramai-ramai Menjaga Kesehatan Laut

Mereka menjadi sahabat laut untuk menjaga kesehatan laut.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Priyantono oemar
Persiapan tanam mangrove dalam kegiatan Aksi Muda Jaga Iklim 2022
Foto: Foto: Dokumentasi Penjaga Laut
Persiapan tanam mangrove dalam kegiatan Aksi Muda Jaga Iklim 2022

Oleh Ronggo Astungkoro

REPUBLIKA.CO.ID -- Suatu petang di Muara Gembong, Bekasi. Air laut mulai merendam Muara Gembong. “Sebatas betis,” ujar Yolanda Parede menjawab Republika pada Oktober 2022, mengenai hal yang memicu dirinya aktif di kegiatan lingkungan.

Kata Yolanda, Muara Gembong yang berada di pesisir utara Bekasi itu hanya empat jam dari Jakarta Pusat menggunakan mobil. Hanya satu jam jika dijangkau dari Cilincing, Jakarta Utara. Tapi, jauh dari ingar-bingar metropolitan.

Dari warga di Muara Gembong, alumnus Bahasa Inggris Universitas Komputer Indonesia (Unikom) Bandung 2013 itu mendapatkan cerita miris. Kampung itu menjadi “penampung” berbagai sampah yang dibawa arus Sungai Citarum. Mayat tak dikenal pun sering berujung di Muara Gembong. Entah dibuang di daerah mana, mayat itu terbawa arus Ciliwung yang bermuara di Muara Gembong.

Yolanda meyakini, Muara Gembong tentu tidak sendirian. Tentu ada banyak daerah yang mengalami kerusakan lingkungan serupa. Ia pernah 1,5 tahun bergabung menjadi relawan di Pandu Laut Nusantara yang dicanangkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Ia kini menjadi koordinator nasional Penjaga Laut, organisasi yang dibentuk oleh eks relawan Pandu Laut di berbagai daerah.

Sampah yang terbawa arus sungai hingga masuk laut, tentu saja akan membuat laut tidak sehat. Demikian juga kampung-kampung di pesisir, juga menerima dampak. Kondisi itu semakin buruk jika hutan mangrove di pantai juga telah mengalami kerusakan. Iklim yang terkena dampaknya. “Kita di kota hanya merasakan cuaca yang sangat panas dan musim yang tidak menentu, tapi di desa-desa, petani gagal panen, nelayan sedikit dapat ikan, itu pun kecil-kecil,” kata Yolanda.

Pada 2021, untuk pertama kalinya Penjaga Laut melakukan Aksi Muda Jaga Iklim. Dari 76 titik yang direncanakan, sesuai dengan usia Indonesia, ternyata membengkak menjadi 142 titik lokasi kegiatan di berbagai daerah di Indonesia. Ini membuktikan begitu besarnya minat anak-anak muda beruat sesuatu untuk memperbaiki kerusakan lingkungan. Saat itu hampir 8.000 relawan yang mengikuti Aksi Muda Jaga Iklim itu, dengan berbagai kegiatan yang dilakukan, antara lain menanam mangrove, transplantasi terumbu karang, bersih-bersih pantai.

Aksi kedua dilakukan pada Oktober 2022. Masih dengan tajuk kegiatan yang sama: Aksi Muda Jaga Iklim. Kegiatannya mencakup tanam mangrove, transplantasi terumbu karang, bersih-bersih pantai, diskusi lingkungan, dan sebagainya. Jumlah titik lokasi kegiatan mencapai 279 titik dari Sumatra hingga Papua. Di Mangrove Center Tanjung Pasir, mereka menanam 2.000 bibit mangrove.  Jumlah ini mencukupi satu hektare. "Tanaman mangrove mampu menyerap karbon 3-5 kali lebih besar dibandingkan tanaman lain. Mencapai 800 ton karbon per hektare," ungkap Pina Ekalipta, kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDASHL) Citarum Ciliwung.

Mangrove juga menjaga garis pantai. “Hutan mangrove akan menahan laju sedimentasi di sepanjang garis pantai,” jelas Kepala Seksi Konservasi Wilayah II BKSDA Jakarta Dian Banjar Agung.

Kebersihan laut

Di titik-titik lain, selain ada yang juga menanam mangrove, ada pula yang hanya melakukan bersih-bersih pantai. Seperti yang dilakukan di Merauke. Para pemuda dan mahasiswa beserta para eco defender di Merauke yang bergabung menjadi relawan “Aksi Muda Jaga Iklim” mengadakan aksi bersih-bersih pantai di Pantai Imbuti Lampu Satu.

Eco defender Merauke, Susana Kandaimu, menyebut anak-anak muda perlu dibangun kapasitasnya untuk menjaga hutan dan laut melalui berbagai kegiatan. Ketika mengikuti School of Eco Diplomacy yang diadakan Yayasan Econusa, Susana Kandaimu mengaku mendapatkan hal itu yang kemudian bisa dipraktikkan di lingkungan. Ia bisa menularkan semangat jaga iklim melalui media. “Saya juga mengisi program Mari Cerita tentang Papua di RRI Pro2 Merauke,” jelas Susana Kandaimu.

Dari aksi bersih-bersih pantai itu terkumpul 67 kantong sampah. Sampah logam dan aluminium mencapai 89 kilogram, sampah tekstil 67 kilogram, sampah puntung rokok 12 kilogram, sampah lidi cilok lima kilogram, sampah lainnya 127,7 kilogram.  “Harapannya, aksi ini tidak habis di perayaan Sumpah Pemuda saja, atau seremonial untuk Instastory maupun feed di media sosial, akan tetapi juga harus menjadi aksi lanjutan menjaga lingkungan dan iklim di Kabupaten Merauke,” ujar Koordinator Aksi Muda Jaga Iklim Merauke Ewin Falufi Irianti.

photo
Kegiatan bersih-bersih pantai Aksi Muda Jaga Iklim di Merauke, Papua Selatan - (Foto: Dokumentasi Aksi Muda Jaga Iklim Merauke).
 

Pandemi Covid-19 ternyata telah menambah volume sampah plastik. Selama diberlakukannya pembatasan Sosial Bersekala Besar PSBB pada April-Mei 2020 saja, menurut Data Pusat Penelitian Oseanografi, sampah plastik dari jasa pengantaran paket meningkat 62 persen dan plastik dari jasa pengantaran makanan siap saji meningkat 47 persen di Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatra Barat, dan Makassar.

Survei yang dilakukan Tim Teliti Sampah Plastik Pusat Penelitian Oseanografi terhadap 1.095 responden usia 15 tahun ke atas menunjukkan, mayoritas responden yang sebelumnya melakukan belanja daring sebanyak satu hingga lima kali dalam satu bulan menjadi satu hingga 10 kali selama PSBB, khususnya di wilayah Jabodetabek. Hal tersebut berdampak pada peningkatan limbah plastik karena layanan tersebut menggunakan bungkus plastik, buble wrap, dan selotip dalam proses pengantarannya.

Peningkatan jumlah sampah plastik itu dijadikan salah satu referensi oleh Direktur Eksekutif Divers Clean Action (DCA), Swietenia Puspa Lestari, dalam memotret keadaan sampah selama pandemi Covid-19. Menurut dia, selain sampah plastik, sampah medis alias sampah infeksius, seperti bekas masker sekali pakai dan sarung tangan juga cenderung meningkat jumlahnya selama pandemi Covid-19.

"Sampah medis, seperti sampah bekas masker sekali pakai, bekas sarung tangan, dan segala macam yang ditemukan di sungai, di pinggir pantai, karena memang penggunaan nya saat pandemi itu meningkat," ujar Swietenia kepada Republika.

Sampah-sampah dengan jenis tersebut mendominasi sampah-sampah yang ada di laut, sungai, ataupun yang lainnya selama pandemi. Secara umum, jumlah sampah di per kotaan justru menurun, sebab selama pan demi pekerja yang tinggal di kota penyangga tidak bekerja di kantor yang ada di kota.

Di lokasi wisata pun sampah menurun, tinggal sampah dari rumah tangga di lokasi wisata itu. Terkait sampah di laut, menurut Swietenia, masih tetap ada sampah kiriman sesuai musim. Dia mengambil contoh di perairan Derawan, Kalimantan Timur. Sampah bertuliskan merek asal Filipina, Thailand, Malaysia, Singapura, dan yang lainnya bisa terlihat di sana selain memang ada sampah yang ber asal dari daerah itu sendiri. Sampah kiriman juga bergantung pada musim yang menentukan arah angin.

Swietenia menyampaikan, pada tahun pertama pandemi sudah tentu sangat memengaruhi pekerjaan yang ia lakukan bersama dengan teman-teman serta relawan DCA. Kalaupun ada kegiatan, itu hanya di area-area yang diperbolehkan oleh pemerintah dan jumlah pesertanya dibatasi. Dia memberikan contoh, biasanya dalam satu kegiatan diskusi atau pelatihan bisa dilakukan 50 orang. Dengan pembatasan ini, jumlahnya dikurangi, hanya menjadi 20 orang dan tetap menerapkan protokol kesehatan ketat.

Beberapa kegiatan relawan juga harus di batasi. Sebelum pandemic, DCA melakukan kegiatan diving clean up bersama para relawan hampir satu bulan sekali dengan kegiatan ecotourism. Ini merupakan paket yang ditawarkan kepada relawan untuk berkunjung ke daerah binaan DCA di Pulau Seribu. Di sana, relawan dapat berlibur sembari belajar masalah sampah dan bisa turut serta berpartisipasi, mendukung pengelolaan sampah yang ada di pulau tersebut.

"Ketika pandemi sudah hampir delapan-sembilan bulan, kita sudah melakukan beberapa kali percobaan kegiatan," kata Swietenia yang pada awal 2020 dinobatkan oleh Republika sebagai 'Tokoh Muda Inspiratif' itu. Di Kepulauan Seribu, program pengelolaan sampah itu tetap dijalankan. "Kita pastikan, jangan sampai sampah-sampah yang sudah di-kumpulin bank sampah itu tidak terkirim dan tidak terdaur ulang," kata Swietenia.

Saat ini, pusat daur ulang yang bisa mengolah sampah plastik ada di Surabaya dan Tangerang. Di daerah lain, seperti Papua, Kalimantan, dan Sulawesi kalaupun ada pengelolaan sampahnya itu hanya sampai cacahan plastik atau pengompresan. Karena itu, mereka harus mengirim sampah-sampah itu lewat transportasi laut yang harganya meningkat.

DCA juga melakukan sejumlah upaya untuk mengatasi tantangan-tantangan yang ada. Swietenia mengungkapkan, DCA mencoba memberikan subsidi atau upaya lainnya agar sampah-sampah yang sudah terkumpul di daerah tersebut dapat tetap terdaur ulang.

photo
Laut yang sehat surga bagi biota laut - (Foto: Dokumentasi Divers Clean Action).
 

Pandemi di satu sisi memang membawa berkah bagi keselahatn laut. Di perairan Gili Terawangan dan sekitarnya di Nusa Tenggara Barat (NTB), menurut pendiri Gili Eco Trust Delphine Robbe, kondisinya lebih sehat bagi ikan dan terumbu karang, karena tidak ada polusi dari kapal pelancong, seperti polusi minyak dan gangguan suara. "Terumbu karang di sekeliling Gili Terawangan, ikan, semuanya lebih banyak dan tumbuh lebih cepat daripada dulu, karena tidak ada polusi atau tekanan dari wisata," kata Delphine kepada Republika.

Di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, aktivitas berlibur di lokasi wisata masih saja ada selama pandemi. Aktivitas yang tidak begitu berkurang dari hari-hari biasa sebelum pandemi itu, tidak dibarengi dengan kegiatan-kegiatan pem bersihan lingkungan berskala besar.

"Bertambah sampah sih nggak, tapi lebih ke keadaan nggak keurus aja. Kondisinya mirip pas zaman-zaman kita belum sering melakukan clean up," kata Ketua Sobat Bumi Sumbawa, Tiara Dwi Yunindasari, kepada Republika.

Selama pandemi Covid-19, tak ada kegiatan pembersihan pantai skala besar. Sobat Bumi masih melakukan kegiatan pada Maret 2020 di pantai-pantai yang banyak dikunjungi pelancong. Terkumpul sampah plastik sebanyak 22 kantong sampah. "Itu jumlah paling banyak," kata Tiara tentang 22 kantong sampah plastik itu. Pelancong lokal biasa membawa minuman kemasan berupa gelas plastik dan makanan ringan pabrikan.

Kesadaran anak-anak muda bergabung dalam kegiatan Sobat Bumi, menurut Tiara, muncul ketika viral foto kuda laut membawa korek kuping. Itu foto diambil di perairan Sumbawa. Tiara bersama Sobat Bumi dan Nusantraksi (komunitas aktivis lingkungan Nusa Tenggara Beraksi) terus berupaya melakukan kampanye nol sampah plastik. "Target kampanyenya, ya anak-anak muda," kata Tiara. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement