Senin 05 Dec 2022 23:15 WIB

Tujuh Alasan Mengapa Nikah Mutah Diharamkan Sampai Hari Kiamat

Nikah mutah atau kawin kontrak dengan masa tertentu dilarang agama

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi pernikahan. Nikah mutah atau kawin kontrak dengan masa tertentu dilarang agama
Foto: Pixabay
Ilustrasi pernikahan. Nikah mutah atau kawin kontrak dengan masa tertentu dilarang agama

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Nikah mutah atau biasa dikenal dengan istilah kawin kontrak diharamkan dalam Islam. Meski kalangan syiah menghalalkannya, namun kalangan ahlussunnah mengharamkannya secara mutlak.  

Muhammad Bagir dalam buku Muamalah Menurut Alquran, Sunnah, dan Para Ulama menjelaskan sejumlah alasan diharamkannya nikah mutah. 

Baca Juga

Menurutnya, semua imam madzhab dari kelompok ahlussunah sependapat bahwa hukum perkawinan yang berlakunya dibatasi hanya untuk waktu tertentu saja adalah haram.  

Pertama, pernikahan seperti itu tidak berkaitan dengan hukum-hukum pernikahan yang disebutkan dalam Alquran. 

Seperti talak, idah, dan pewarisan (antara suami-istri). Karenanya, dia dianggap tidak sah seperti halnya pernikahan-pernikahan lain yang tidak sah menurut agama Islam.  

Kedua, banyak hadits yang dengan jelas sekali mengharamkannya. Seperti yang diriwayatkan dari Saburah Al-Juhani bahwa dia pernah bersama Rasulullah SAW dalam peristiwa pembebasan Kota Makkah. Beliau mengizinkan para anggota pasukan Muslim untuk melakukan nikah mutah. 

Namun ketika bersiap-siap untuk meninggalkan kota itu, beliau mengharamkannya. Juga dalam riwayat Ibnu Majah disebutkan bahwa Rasulullah SAW telah mengharamkan nikah mutah dengan bersabda: 

ياَ أَيَّهَا النَّاسُ إِنِّي قَدْ كُنْتُ أَذِنْتُ لَكُمْ فِي الاسْتِمْتاَعِ مِنَ النِّسَاءِ , وَ إِنَّ اللهَ قَدْ حَرَّمَ ذلِكَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ

"Wahai kalian semua, sebelum ini aku telah mengizinkan kalian melakukan perkawinan mutah. Kini ketahuilah bahwa Allah SWT telah mengharamkannya sampai hari kiamat."    

Dirawikan pula dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib bahwa Rasulullah SAW mengeluarkan larangan nikah mutah pada peristiwa Khaibar, dan (juga larangan) makan daging keledai peliharaan.  

Ketiga, Sayyidina Umar bin Khattab pada masa dia menjadi khalifah telah mengharamkan nikah mutah dalam salah satu pidatonya. Beliau merupakan salah satu sahabat Nabi yang paling menentang pernikahan mutah. 

Keempat, Al-Khattabi menyatakan bahwa pengharaman nikah mutah boleh dikatakan seperti ijma kecuali dalam madzhab sebagian kaum syiah. 

Padahal menurut kaidah mereka, apabila terjadi suatu perselisihan pendapat maka harus didahulukan pendapat Sayyidina Ali. Sedangkan menurut Sayyidina Ali dalam satu riwayatnya disebutkan, nikah mutah telah di-mansukh (yakni hukum penghalalannya telah dibatalkan). 

Kelima, nikah mutah hanya bertujuan melampiaskan syahwat seksual belaka. Tidak ada tujuan memperoleh anak serta mendidik mereka. 

Padahal itulah yang menjadi tujuan asli dalam pernikahan. Untuk itu nikah mutah lebih menyerupai perzinahan dalam hal mencari kepuasan syahwat seksual semata-mata.  

Keenam, nikah mutah juga merugikan pihak perempuan karena dia menjadi seperti barang dagangan yang berpindah-pindah dari tangan yang satu ke tangan yang lain. 

Ketujuh, mutah bermudarat bagi anak-anak hasil perkawinan seperti itu, karena mereka tidak mempunyai 'rumah/home' untuk ditinggali secara nyaman dan tenteram serta tidak adanya ayah yang ikut mengurusi dan mendidik mereka.    

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement