Kamis 01 Dec 2022 01:31 WIB

Badai Resesi Hantam Ekonomi Global, Bagaimana Nasib Indonesia?

Ekonom Bahana yakin ekonomi Indonesia mampu bertahan dari resesi 2023

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pekerja konstruksi berjalan melintasi jalan utama di Jakarta. Resesi global diramal akan menghantam perekonomian di berbagai negara pada 2023. Meski demikian, perekonomian Indonesia diperkirakan dapat bertahan di tengah terpaan badai resesi global dengan ditunjang fundamental kuat.
Foto: EPA-EFE/ADI WEDA
Pekerja konstruksi berjalan melintasi jalan utama di Jakarta. Resesi global diramal akan menghantam perekonomian di berbagai negara pada 2023. Meski demikian, perekonomian Indonesia diperkirakan dapat bertahan di tengah terpaan badai resesi global dengan ditunjang fundamental kuat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Resesi global diramal akan menghantam perekonomian di berbagai negara pada 2023. Meski demikian, perekonomian Indonesia diperkirakan dapat bertahan di tengah terpaan badai resesi global dengan ditunjang fundamental kuat.

Kepala Ekonom PT Bahana TCW Investment Management Budi Hikmat mengatakan, perekonomian domestik secara umum masih menunjukkan ketahanan. "Kondisi ini ditopang peningkatan permintaan domestik, investasi yang terjaga, dan berlanjutnya kinerja positif ekspor meskipun mulai menunjukkan indikasi pelemahan temporer di September 2022," kata Budi, Rabu (30/11/2022). 

Purchasing Manufactur Index (PMI) Indonesia meneruskan akselerasi di tengah kontraksi dan pelemahan manufaktur di negara-negara besar, seperti Eropa, China, dan Korea Selatan. Selain memanfaatkan kenaikan berbagai income commodity (seperti batu bara, nickel, CPO dan karet) yang lebih gegas ketimbang cost commodity (khususnya minyak mentah), program hilirasi sektor minerba memperkuat fundamental perekonomian. 

Baca juga : Cek Rekomendasi Saham Cuan saat IHSG Diproyeksi Bergerak Optimistis

Tidak hanya surplus neraca berjalan, tetapi juga peningkatan penerimaan pajak yang penting untuk meredam dampak kenaikan harga bahan bakar untuk tidak langsung ditanggung oleh masyarakat yang belum lama menghadapi pandemi. 

Program re-industrialisasi juga lebih menjanjikan dalam penciptaan kesempatan kerja terampil untuk menaikkan pendapatan dan kesejateraan. Penerapan productivity-driven growth yang lebih luas merupakan perubahan paradigma From Financing to Paying Growth yang tercermin pada surplus neraca berjalan dan tingkat industrialisasi.

"Kami menilai perubahan paradigma di atas mendesak dibudayakan pada level masyarakat melalui transforming from saving to investing society agar memiliki cadangan untuk masa tua," kata Budi. 

Baca juga : Strategi Investasi Bahana TCW Hadapi Ancaman Resesi 2023

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement