Rabu 30 Nov 2022 12:25 WIB

Legislator DKI: Harga Sewa Kampung Susun Bayam Sakiti Hati Warga

Harga sewa Kampung Susun Bayam mencapai sekitar Rp 700 ribu sebulan.

Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth mengkritik harga sewa Kampung Susun Bayam (KSB) per bulan yang harus dibayar warga Kampung Bayam.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth mengkritik harga sewa Kampung Susun Bayam (KSB) per bulan yang harus dibayar warga Kampung Bayam.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth mengkritik harga sewa Kampung Susun Bayam (KSB) per bulan yang harus dibayar warga Kampung Bayam. Sebab, harga sewa KSB per bulan tidak berpihak kepada masyarakat kecil.

Menurut anggota Komisi Bidang Pembangunan DPRD DKI Jakarta itu, nilai sewa mencapai sekitar Rp 700 ribu sebulan sangat menyakiti hati warga. Apalagi sebelumnya sempat ditetapkan harga sewa per unit Rp1,5 juta sebulan.

Baca Juga

"Harga sewa KSB yang ditawarkan PT Jakpro sangat menyakiti hati warga Kampung Bayam yang sudah merelakan rumahnya digusur untuk pembangunan komplek Jakarta Internasional Stadion (JIS)," kata Kenneth dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (30/11/2022).

Pria yang akrab disapa Kent itu menyebutkan, hingga saat ini ratusan warga eks Kampung Bayam terlantar. Padahal, gubernur DKI Jakarta sebelumnya, Anies Baswedan, telah menjanjikan hunian yang bernama Kampung Susun Bayam.

"Kita lihat sudah tiga tahun lamanya warga Kampung Bayam terkatung-katung hingga mendirikan tenda demi bertahan hidup," kata

Kent.

Menurut Kent, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta lewat PT Jakpro tidak melakukan musyawarah yang berkeadilan terkait kesanggupan warga Kampung Bayam untuk menyewa harga KSB. Dalam pertemuan di Kantor Kelurahan Papanggo, Jakarta Utara, pada 23 November 2022 harga sewa yang ditetapkan sesuai nilai keekonomian perusahaan, yakni mencapai Rp1,5 juta.

Kemudian, Jakpro merevisi nilai itu dengan mengacu Pergub 55 Tahun 2018 tentang Penyesuaian Tarif Retribusi Pelayanan Perumahan menjadi sekitar ratusan ribu rupiah. Namun, Kent menilai hal itu masih sangat tidak cocok jika diterapkan bagi warga yang kurang mampu, terutama warga yang pendapatannya masih di bawah upah minimum provinsi.

"Masalahnya mayoritas warga Kampung Bayam itu rata-rata tidak mempunyai penghasilan yang tetap dan penghasilan yang didapat masih di bawah rata-rata UMP, alasan tersebutlah yang sangat memberatkan mereka," katanya.

Nominal yang ditawarkan PT Jakpro tidak sepadan dengan pendapatan mereka perbulannya. "Belum lagi untuk membayar biaya pemeliharaan bulanan," kata Kent.

Ketua Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas (IKAL) PPRA Angkatan LXII itu mengharapkan ada aksi nyata dari wacana PT Jakpro yang menyebut pengelolaan KSB akan diserahkan ke Pemprov DKI Jakarta dan saat implementasinya tidak membebani warga setempat dalam menempati hunian tersebut. "Saya berharap rencana tersebut, termasuk acuan terkait biaya sewanya, dalam implementasinya betul-betul tidak membebani warga Kampung Bayam pada umumnya," kata dia.

Dengan berbagai polemik dan masalah yang terjadi pada KSB, Kent menilai program perumahan yang digagas oleh mantan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama lebih baik karena dapat menjangkau masyarakat kecil. Orang berpenghasilan Rp 3 juta ke bawah bisa mendapat tempat tinggal.

Karena itu, Kent berharap agar Pemprov DKI Jakarta bisa membangun rumah susun bagi warga yang benar-benar kurang mampu yang bisa ditinggali seumur hidup oleh anak cucunya, bukan membangun untuk dijual. "Saya berharap Pemprov DKI bisa membangun rusun khusus untuk rakyat miskin yang tidak perlu sewa ataupun membeli, dan jika sudah tidak tinggal di rusun karena sudah punya rumah, yah silakan dikembalikan ke pemda," katanya.

Hal itu, kata dia, dilakukan agar rakyat yang tidak mempunyai tempat tinggal bisa mendapat tempat yang layak untuk ditinggali.

Sebelumnya, Vice President Corporate Secretary PT Jakpro Syachrial Syarief dalam keterangannya, Sabtu (26/11/2022), mengungkapkan KSB akan dialihkan pengelolaannya ke Pemprov DKI. Hal itu telah disepakati oleh Pemprov DKI dan aparatur kewilayahan di Jakarta Utara.

Syachrial juga mengatakan untuk tarif sewa KSB tidak lagi berdasarkan perhitungan keekonomian Jakpro, tapi merujuk ke Pergub Nomor 55 Tahun 2018. "Ini perlu kita syukuri karena kita terus memperjuangkan agar warga sesegera mungkin bisa bermukim di KSB," tuturnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement