Jumat 25 Nov 2022 01:20 WIB

Apa Jadinya Jika di Indonesia Banyak Partai Politik? Ini Temuan SMRC

Banyaknya partai politik di Indonesia tidak memberikan pencerahan ke warga

Rep: Amri Amrullah / Red: Nashih Nashrullah
Bendera partai politik (ilustrasi). Banyaknya partai politik di Indonesia tidak memberikan pencerahan ke warga
Foto: Prayogi/Republika.
Bendera partai politik (ilustrasi). Banyaknya partai politik di Indonesia tidak memberikan pencerahan ke warga

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Semakin banyaknya partai politik (parpol), membuat mayoritas masyarakat atau pemilih saat ini, semakin tidak tahu perbedaan sebagian besar partai politik yang ada. Demikian hasil temuan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang baru dipaparkan, Kamis (24/11/2022).

Pendiri SMRC, Saiful Mujani, menjelaskan warga memilih partai politik dengan asumsi partai tersebut menawarkan sesuatu yang cocok dengan kepentingan pemilih itu sendiri. Biasanya hal tersebut terkait dengan ide atau bisa disederhanakan dengan platform partai.

Baca Juga

"Memilih partai karena partai tersebut memperjuangkan gagasan atau aspirasi tertentu. Ini yang disebut platform, tentang bagaimana pemilih melihat partai politik," kata Saiful, dalam keterangannya, Kamis (24/11/2022).

Misalnya seseorang memilih PKS karena memperjuangkan aspirasi tentang politik Indonesia lebih memiliki warna Islam. Atau memilih Golkar karena memiliki pengalaman yang panjang pro-pembangunan ekonomi.

Dalam survei yang dilakukan SMRC di awal November 2022, diteliti tentang seberapa dalam pengetahuan pemilih tentang partai politik.

Apakah publik memilih karena alasan platform atau tidak? Untuk mengetahui hal tersebut, penelitian ini dimulai dengan pertanyaan apakah publik mengetahui partai politik yang bersaing dalam Pemilu?

Saiful menyatakan bahwa harapannya publik mengetahui separuh dari partai yang ada di parlemen sehingga mereka bisa membandingkan antara satu partai dengan partai yang lainnya. Dalam pertanyaan terbuka, publik diminta menyebutkan sebanyak-banyaknya nama partai yang diketahui atau pernah didengar.

"Hasilnya menunjukkan hanya PDIP dan Partai Golkar yang diketahui umumnya pemilih Indonesia. Yang mengaku tahu PDIP 75 persen dan Golkar 69 persen," ujar Saiful.

Sementara tujuh partai parlemen lainnya tidak disebut oleh mayoritas pemilih Indonesia. Hanya 47 persen yang menyebut Demokrat, Gerindra 45 persen, PAN 41 persen, PPP 40 persen, PKB 37 persen, Nasdem 34 persen, dan PKS 30 persen. Sementara partai-partai lain di bawah 20 persen.

“Hanya dua partai yang melekat di kepala masyarakat Indonesia, hanya PDIP dan Golkar. Untuk menyebut nama partai saja, kemampuan pemilih Indonesia sangat terbatas," terang Saiful.

Menurut Saiful, data ini menunjukkan bahwa elite politik tidak berhasil menjangkau pemilih. Pengetahuan publik tentang nama partai disebut sebagai hal yang paling sederhana.

"Jika nama partai saja tidak diketahui, maka akan sangat sulit untuk berharap publik juga tahu tentang platform partai politik," imbuhnya.

Saiful menegaskan bahwa temuan ini menunjukkan secara umum partai-partai politik tidak memadai untuk menyatakan bahwa mereka mewakili rakyat Indonesia. Survei ini dilakukan secara tatap muka pada 5-13 November 2022.

Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah Berusia 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Dari populasi itu dipilih secara random (stratified multistage random sampling) 1220 responden.

Response rate sebesar 1012 atau 83 persen. Margin of error survei dengan ukuran sampel tersebut diperkirakan sebesar ± 3,1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen (asumsi simple random sampling).   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement