Selasa 25 Oct 2022 17:07 WIB

Pemerintah Diminta Bentuk Tim Independen Usut Gagal Ginjal Akut

Situasi saat ini telah mengarah pada ancaman terhadap keamanan menusia.

Petugas gabungan dari Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh Barat serta personel kepolisian Polres Aceh Barat melakukan inspeksi mendadak (sidak) apotek di Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Sabtu (22/10/2022). Sidak tersebut dilakukan untuk menindaklanjuti rilis BPOM terkait obat-obatan dalam bentuk cair/sirup yang mengandung Etilen Glikol dan Dietilen Glukol berbahaya yang berdampak terhadap penyakit gangguan gagal ginjal akut progresif atipikal pada anak.
Foto: ANTARA/Syifa Yulinnas
Petugas gabungan dari Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh Barat serta personel kepolisian Polres Aceh Barat melakukan inspeksi mendadak (sidak) apotek di Meulaboh, Aceh Barat, Aceh, Sabtu (22/10/2022). Sidak tersebut dilakukan untuk menindaklanjuti rilis BPOM terkait obat-obatan dalam bentuk cair/sirup yang mengandung Etilen Glikol dan Dietilen Glukol berbahaya yang berdampak terhadap penyakit gangguan gagal ginjal akut progresif atipikal pada anak.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA —  Direktur Internal CENTRA Initiative,  Swandaru menilai pemerintah perlu membentuk tim independen untuk mengusut tuntas kasus gagal ginjal akut pada anak.

Swandaru mengatakan pemerintah lambat dalam penanganan kasus yang menyebabkan meninggalnya 133 anak, dalam waktu beberapa bulan terakhir. "Hingga saat ini belum ada kejelasan tentang penyebab utamanya, baik yang berasal dari satu obat yang mengandung unsur berbahaya atau karena adanya interaksi antarobat,” kata Swandaru, dalam siaran pers, Selasa (25/10/2022).

Kondisi ini, lanjut dia, menunjukkan pemerintah lamban dalam memberikan jaminan hak rasa aman setiap warga negara, terutama bagi anak-anak. Banyaknya jumlah korban meninggal yaitu 55,18 persen dari total 241 kasus, menunjukkan sistem jaringan pengaman kesehatan dan deteksi dini penyakit-penyakit baru di Indonesia belum terbentuk dan efektif bekerja. 

Swandaru juga memandang  Kementerian Kesehatan seharusnya tidak hanya fokus pada skema pencegahan dan penanganan kasus gagal ginjal. Namun, sudah seharusnya pula Kementerian Kesehatan mengambil langkah-langkah cepat, sistematis, dan terukur untuk menginvestigasi dan mengidentifikasi sebab utama kasus tersebut terjadi.

Dari upaya yang sudah dilakukan oleh Kementerian Kesehatan dan BPOM untuk mengecek dan mengidentifikasi obat-obatan yang dikonsumsi  oleh anak-anak ini, seharusnya Pemerintah segera mempercepat proses diagnosa dan pemeriksaan terhadap sebab utama dari penyakit gagal ginjal ini, karena kelambanan dan kelalaian yang terjadi justru menimbulkan kepanikan publik, terutama orang tua yang anak-anaknya dalam kondisi sakit.

Dari 241 kasus yang telah terjadi, kata dia, seharusnya Kementerian Kesehatan saat ini sudah dapat menemukan trend dari kasus gagal ginjal ini dan memberikan pedoman kepada masyarakat. Satu sisi tetap berhati-hati dalam penggunaan obat-obatan,  di sisi yang lain juga memastikan anak-anak yang saat sedang sakit dapat diobati. 

Dengan adanya kondisi tersebut, kata Swandaru, CENTRA Initiative memandang bahwa situasi ini telah mengarah pada ancaman terhadap keamanan manusia. Ini perlu disikapi secara serius oleh Pemerintah, di antaranya dengan indikasi penyakit baru yang belum teridentifikasi dan memakan korban jiwa di luar dari kebiasaan.

CENTRA Initiative mendesak pemerintah untuk memastikan proses pengobatan dan pemulihan anak-anak yang teridentifikasi sakit gagal ginjal akut ini agar mendapatkan pelayanan maksimal.

"Pemerintah untuk memberikan informasi yang sejelas-jelaskan dan kepastian kepada masyarakat secara luas terkait dengan informasi penyakit gagal ginjal akut ini dan memastikan penyebab utamanya,” ungkap Swandaru.

Pemerintah dan/atau lembaga penegak hukum, menurut Swandaru, perlu melakukan investigasi dan penyelidikan kemungkinan adanya kesalahan prosedur terkait perizinan dan pengawasan obat-obatan yang menyebabkan anak-anak mengalami gagal ginjal akut dan bahkan kematian. 

Pemerintah juga diminta mempertegas dan memperjelas tata kelola perizinan dan pengawasan obat-obatan untuk memastikan kasus-kasus serupa tidak terjadi, termasuk pula proses yang akuntabel dan transparan secara publik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement