Jumat 07 Oct 2022 12:57 WIB

Indonesia Tolak Usulan AS Soal Debat Kondisi Uighur di Dewan HAM PBB

Indonesia tak mendukung debat mengenai situasi masyarakat Uighur di dewan HAM PBB

Rep: Fergi Nadira B/ Red: Esthi Maharani
Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) saat kunjungannya ke Urumqi, Daerah Otonomi Uighur Xinjiang, China, Juni 2022.
Foto: Saudi Gazette
Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) saat kunjungannya ke Urumqi, Daerah Otonomi Uighur Xinjiang, China, Juni 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK - Indonesia tidak mendukung adanya debat yang diusulkan Amerika Serikat (AS) mengenai situasi masyarakat Uighur di Xinjiang, China dalam sesi ke-51 Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB. Menurut Indonesia, usulan tersebut tak menyelesaikan masalah HAM di wilayah tersebut

"Indonesia memandang pendekatan yang diajukan oleh negara pengusung dalam Dewan HAM hari ini tidak akan menghasilkan kemajuan yang berarti karena tidak mendapat persetujuan dan dukungan dari negara yang berkepentingan," ujar Wakil Tetap RI di Jenewa Duta Besar Febrian A Ruddyard dalam keterangan persnya, Jumat (7/10/2022).

Febrian mengatakan, hal itu menjadi dasar untuk Indonesia menolak rancangan tersebut. Sebab ia menilai negara anggota harus menjunjung tinggi prinsip dan cara kerja Dewan sebagaimana tertuang dalam resolusi Sidang Majelis Umum PBB 60/251.

"Berdasarkan pertimbangan tersebut, Indonesia tidak dalam posisi untuk mendukung rancangan keputusan mengenai penyelenggaraan debat tentang situasi HAM di Wilayah Otonomi Xinjiang Uighur," ujar Febrian.

"Indonesia sekali lagi menekankan komitmennya yang teguh untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia di seluruh dunia termasuk di Xinjiang," ujarnya menambahkan.

Febrian mengatakan, peran masyarakat internasional ditujukan untuk mendukung upaya-upaya yang dilakukan negara dalam memperbaiki hak asasi manusia secara nyata di lapangan. Menurut Indonesia, Dewan HAM harus fokus untuk membangun lingkungan yang kondusif guna mendorong semua negara dapat memenuhi kewajiban hak asasi manusianya.

"Di bawah resolusi 60/251, sangat jelas bagi Indonesia bahwa imparsialitas, transparansi, dan dialog harus menjadi jiwa dari kerja Dewan HAM," ujar Febrian.

Kendati begitu, Ferbian mengatakan bahwa Indonesia teguh berkomitmen untuk menyelesaikan isu Uighur dan merasa perlu untuk berperan aktif dalam menjaga kondisi Uighur.

Menurutnya, sebagai negara dengan populasi umat Muslim terbesar di dunia dan sebagai demokrasi yang aktif dan dinamis, Indonesia tidak bisa menutup mata terhadap kondisi saudara dan saudari Muslim di bagian dunia lainnya. "Adalah tanggung jawab Indonesia sebagai bagian dari umat Islam, untuk saling menjaga satu sama lain," tuturnya.

Ia melanjutkan bahwa terdapat sejumlah hal yang telah dilakukan Indonesia untuk kasus Uighur. Hal ini tercermin dalam hubungan antar komunitas muslim Indonesia dan muslim Uighur serta diskusi antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah China.

"Komunitas Muslim Indonesia dan masyarakat sipil juga terus memberikan perhatian khusus terhadap situasi umat Muslim Uighur di  Xinjiang," katanya.

"Berkenaan dengan hal ini, dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah melakukan diskusi dengan Pemerintah dan masyarakat Cina hingga OKI terkait pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia umat Muslim Uighur," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement