Rabu 05 Oct 2022 19:13 WIB

Waketum MUI Ingatkan Transaksi Digital Harus Sesuai dengan Syariah

Transaksi digital memberikan kemudahan bagi masyarakat termasuk Muslim

Ilustrasi transaksi digital. Transaksi digital memberikan kemudahan bagi masyarakat termasuk Muslim
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Ilustrasi transaksi digital. Transaksi digital memberikan kemudahan bagi masyarakat termasuk Muslim

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kemajuan teknologi memudahkan banyak hal termasuk transaksi keuangan. Transaksi yang dulunya memakan waktu lama kini tinggal hitungan detik dalam sekali klik.  

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Marsudi Syuhud, mengingatkan agar segala kemudahan yang ditawarkan dunia digital tersebut tidak lantas membuat kita mengabaikan aspek kesyariahan di dalamnya. 

Baca Juga

"Banyaknya kemudahan di era digital, seperti pembayaran sekali klik, tetap harus kita awasi agar ketentuan-ketentuan di dalamnya tidak menyimpang dari hukum-hukum syariah, " ujarya saat membuka International Fiqh Contemporary Transaction in Digital Finance from Islamic Jurisprudence Perspective, Rabu (5/10/2022) di Jakarta, sebagaiman dikutip dari MUIDigital.    

Dalam kegiatan yang menjadi bagian Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2022 itu, Kiai Marsudi memaparkan, perkembangan teknologi yang drastis bisa memicu terjadinya perubahan hukum.

Hal itu, kata dia, sesuai dengan kaidah al-jam’u baina ats-tsabat wa at-tathawwur. Bagaimana hukum syariah tetap relevan dengan permasalahan yang terus menerus berkembang dan berubah begitu cepat.  

Dia menyebut, transaksi digital yang memudahkan dan cepat itu juga berimbas pada ekonomi syariah. Menurutnya, ekonomi syariah berbasis hukum ketetapan Allah SWT yang disatukan dengan perubahan zaman.  

"Penggunaan transaksi secara digital dewasa ini tidak bisa dihindarkan karena zaman yang terus berkembang, transaksi dapat pula dilakukan hanya dengan sekali klik," kata Kiai Marsudi 

Kiai Marsyudi menyebut, kurang pahamnya konsumen terhadap mekanisme transaksi digital membuat adanya potensi kecurangan yang merugikan konsumen.

Selain itu, ketidakpahaman konsumen terhadap mekanisme transaksi juga membuatnya tidak paham akad apa yang digunakan dalam melakukan transaksi. 

“Semakin mudahnya masyarakat mengakses internet dan tidak bertemunya para pihak secara langsung, memungkinkan konsumen yang hendak memesan produk bisa saja hanya sekedar iseng atau terjadi penipuan identitas konsumen atau bahkan produsen,” ujarnya. 

Masalah seperti ini, ujar dia, dihadapi konsumen Muslim di berbagai belahan dunia. Hal seperti ini tentu saja tidak bisa dihindarkan dari perjalanan arus ekonomi global.   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement