Rabu 05 Oct 2022 19:00 WIB

IRMLA Diskusi di Unkris, Prof Burhan: Banyak Dosen Abai Penguasaan Metodologi Penelitian

Riset atau penelitian sudah saatnya jadi orientasi dan tugas utama bagi para dosen.

Diskusi di Sekretriat IRMLA DKI Jakarta, Kampus Universitas Krisnadwipayana (Unkris), Selasa (4/10/2022), yang dihadiri Prof Burhan Bungin, Dr. Ahmad Hermanto MM, dan Prof (HC) Suprayitno (dari kiri ke kanan).
Foto: Dok. IRMLA
Diskusi di Sekretriat IRMLA DKI Jakarta, Kampus Universitas Krisnadwipayana (Unkris), Selasa (4/10/2022), yang dihadiri Prof Burhan Bungin, Dr. Ahmad Hermanto MM, dan Prof (HC) Suprayitno (dari kiri ke kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagian besar dosen di Indonesia masih abai terhadap penguasaan metodologi penelitian dan lebih fokus pada penguasaan bidang akademik. Padahal dalam kapasitasnya sebagai pengajar di perguruan tinggi, dosen dihadapkan pada kegiatan penelitian dan bimbingan penelitian.

Ketua Umum Asosiasi Dosen Metodologi Penelitian Indonesia atau Indonesian Research Methodology Lecturer Association (IRMLA) Pusat Prof Burhan Bungin menyatakan, sebagai seorang akademisi, dosen harus mengembangkan pengetahuannya dari dua titik yang sejajar, yakni pengetahuan bidang studi spesifik dan pengetahuan metodologi penelitian. Kedua bidang ini haruslah saling melengkapi.

"Sayangnya hingga kini masih banyak dosen yang lebih berorientasi pada bahan kajian sebagai sumber pengajaran. Semestinya pendidikan dan pengajaran bersumber pada penelitian,” ujar Prof Burhan Bungin pada diskusi di Sekretriat IRMLA DKI Jakarta, Kampus Universitas Krisnadwipayana (Unkris), Selasa (4/10/2022).

Selain Prof Burhan, diskusi yang dimoderatori Dr Ahmad Hermanto MM tersebut juga menghadirkan pembicara Direktur PT Pusat Studi Apindo Prof (HC) Dr Suprayitno,

Prof Burhan menilai riset atau penelitian sudah saatnya menjadi orientasi dan tugas utama bagi para dosen. Riset harus menjadi sentral aktivitas dosen dalam aktivitas pendidikan dan pengajaran serta pengabdian pada masyarakat. Dosen juga harus mampu mengajarkan hasil-hasil penelitian di kelas, mempublikasikan hasil penelitiannya, dan menerapkan hasil penelitiannya pada masyarakat.

Prof Burhan mengakui, penguasaan dosen terhadap metodologi penelitian sudah alarm. Mengutip data Metiri-Eser Academy terhadap pelatihan metodologi bagi dosen menunjukkan, 15 persen peserta hadir dengan pemahaman metode penelitian yang memadai, 35 persen dengan pemahaman metodologi yang kurang memadai, dan 50 persen lainnya hadir dengan pemahaman metodologi yang keliru.

Karena itu, menurut Prof Burhan, sangat urgen re-orientasi dosen terkait riset sehingga semua dosen melek riset terutama untuk bidang ilmu sosial. Re-orientasi dosen ini penting mengingat dosen memiliki peran strategis lantaran dosen membimbing penelitian mahasiswa S1, S2, dan S3. "Dari tangan-tangan dosen lahir karya-karya penelitian bangsa."

Perguruan tinggi, jelas Prof Burhan, juga harus mengadakan pendidikan penelitian bagi dosen, bekerja sama dengan pihak kedua untuk meningkatkan kapasitas dosen di bidang penelitian, serta mengukur kapasitas kemampuan penelitian dosen setiap tahun.

Sementara itu Prof (HC) Suprayitno dalam paparannya mengingatkan akan visi Indonesia Emas 2045 yakni menjadi negara pendapatan tinggi (keluar dari middle income trap) pada tahun 2036 dan menjadi negara dengan PDB terbesar ketujuh tahun 2045. Visi tersebut bisa dicapai dengan berpijak pada empat pilar pembangunan, yakni pembangunan manusia dan penguasaan iptek, pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, pemerataan pembangunan, serta pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola kepemerintahan.

Tetapi, kata Prof Suprayitno, Indonesia saat ini masih menghadapi kenyataan rendahnya human capital index dengan skor 0,53 dan berada pada peringkat 87 dari 157 negara di dunia. "Ini artinya anak Indonesia yang lahir saat ini, pada 18 tahun kemudian ia hanya bisa mencapai 53 persen dari potensi produktivitas maksimalnya,” jelas dia.

Karena itu, lanjut Prof Suprayitno, untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045 dengan PDB per kapita USD 23.199, Indonesia harus memacu pertumbuhan sektor industri hingga 6,3 persen, sektor pertanian dengan rata-rata pertumbuhan 3,1 persen, dan sektor pariwisata dengan kunjungan wisman mencapai 73,6 juta.

“Itu semua menuntut kualitas SDM, produktivitas, dan penguasaan iptek,” tegas Prof Suprayitno. "Maka dari itu, pentingnya kolaborasi pentahelix untuk hilirisasi riset yang melibatkan akademisi, swasta, komunitas atau masyarakat, pemerintah, dan media."

Pada kesempatan yang sama, Rektor Unkris Dr Ir Ayub Muktiono menyebut bahwa perguruan tinggi harus mampu menciptakan iklim yang mampu memacu dosen-dosennya melakukan riset. Sebab kegiatan riset perguruan tinggi menjadi salah satu indikator kinerja utama (IKU) perguruan tinggi seperti yang ditetapkan oleh Kemendikbudristek.

Dr Ayub berharap dengan hadirnya IRMLA DKI Jakarta dengan Unkris menjadi kantor sekretariatnya, dapat membawa nuansa baru dalam budaya riset internal Unkris.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement