Sabtu 01 Oct 2022 08:40 WIB

Dokter: Kenali Gejala Gangguan Irama Jantung

Dalam kasus tertentu, penyakit irama jantung dapat mengancam nyawa.

Dokter spesialis penyakit dalam konsultan kardiovaskular dr. Rachmat Hamonangan, Sp.PD-KKV berpesan agar masyarakat lebih mengenali gejala-gejala gangguan irama jantung.
Foto: www.maxpixel.com
Dokter spesialis penyakit dalam konsultan kardiovaskular dr. Rachmat Hamonangan, Sp.PD-KKV berpesan agar masyarakat lebih mengenali gejala-gejala gangguan irama jantung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dokter spesialis penyakit dalam konsultan kardiovaskular dr. Rachmat Hamonangan, Sp.PD-KKV berpesan agar masyarakat lebih mengenali gejala-gejala gangguan irama jantung. Ia juga menyarankan agar masyarakat memeriksakan diri ke dokter untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan tepat.

“Kita harus tahu kondisi badan kita. Kalau kita pernah merasa, apakah berdebar-debar atau merasa jantung kita lambat, jantung kita tidak beraturan, atau misalnya episode kita pingsan tanpa sebab yang jelas, itu salah satu tanda gangguan irama jantung yang harus segera didiagnosis,” kata dokter lulusan Universitas Indonesia itu dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat (30/9/2022).

Baca Juga

Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan kondisi saat penderita merasakan detak jantung yang terlalu cepat, terlalu lambat, tidak beraturan, bahkan sampai berhenti sama sekali. Gangguan ini terjadi karena aliran impuls listrik yang berfungsi mengatur detak jantung tidak bekerja dengan baik. Dalam kasus tertentu, penyakit irama jantung dapat mengancam nyawa.

“Ketika kita mengalami gangguan irama jantung ada beberapa tanda misalnya begitu muncul ada gejala pingsan atau seperti mau pingsan, sakit dada, sesak, atau tensi turun. Lima tanda itu artinya gangguan irama yang berbahaya,” kata Rachmat.

Ia mengatakan, orang dewasa normal biasanya memiliki detak jantung sekitar 60-100 bpm (berdetak setiap menit). Ia pun mengimbau agar masyarakat waspada apabila detak jantung lebih dari 100 bpm atau kurang dari 60 bpm tanpa penyebab pasti yang memicunya.

Gangguan irama jantung sendiri terbagi menjadi dua jenis, yaitu denyut jantung lambat yaitu kurang dari 60 bpm (bradikardi) serta denyut jantung sangat cepat yaitu lebih dari 100 bpm (takikardi). Dalam kondisi tertentu, detak jantung seseorang dapat menjadi lebih cepat misalnya saat berolahraga.

Pada atlet, bahkan detak jantung yang lebih lambat justru merupakan hal yang normal. Namun apabila seseorang bukan atlet dan ketidaknormalan detak jantung terjadi secara tiba-tiba, Rachmat mengatakan kondisi ini harus diwaspadai dan dianjurkan untuk segera memeriksakan diri ke dokter.

Durasi dan waktu kemunculan ketidaknormalan detak jantung dapat berbeda antara satu penderita dengan lainnya. Menurut Rachmat, beberapa orang merasakan gejala detak cepat atau lambat yang hanya muncul sesekali, ada pula yang terus-terusan.

“Irama jantung di luar normal, baik yang munculnya hanya sesekali sebentar saja sampai munculnya terus-terusan, itu masuk dalam gangguan irama jantung,” ujarnya.

Untuk memastikan diagnosis, Rachmat menjelaskan nantinya dokter akan melakukan pemeriksaan pada pasien dengan alat rekam jantung atau elektrokardiogram (EKG). Jika EKG menyulitkan, pasien juga diberikan opsi alat bernama holter monitoring yang dapat digunakan ketika beraktivitas selama seharian.

“Yang paling penting rekaman jantung. Karena rekaman jantung itu yang menuntun dokter untuk mendiagnosis. Ada yang rekaman jantung tipe lambat, ada yang tipe cepat, dua-duanya bisa membahayakan untuk pasien,” kata Rachmat.

Selain rekam jantung, pemeriksaan lain yang diperlukan juga termasuk tes treadmill untuk mengukur aktivitas jantung saat pasien melakukan latihan fisik hingga tes laboratorium untuk mengukur faktor-faktor risiko. Rachmat mengatakan penanganan gangguan irama jantung bergantung dari diagnosis yang didapatkan. 

Dalam kasus yang ringan, konsumsi obat-obatan mungkin bisa cukup. Akan tetapi pada kasus yang lebih lanjut, di mana membutuhkan teknologi khusus, dokter mungkin akan menganjurkan tindakan elektrofisiologi hingga ablasi jantung.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement