Kamis 29 Sep 2022 07:39 WIB

Pemerintah Diminta Berimbang Soal Kajian Kenaikan Cukai Rokok

Kenaikan cukai rokok berpotensi mendorong angka inflasi semakin besar.

Pekerja menunjukkan pita cukai rokok di Pabrik Rokok Dasmil GT Cengkeh, Desa Rancah, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Rabu (20/7/2022). (Ilustrasi)
Foto: ANTARA/Adeng Bustomi
Pekerja menunjukkan pita cukai rokok di Pabrik Rokok Dasmil GT Cengkeh, Desa Rancah, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Rabu (20/7/2022). (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Rencana pemerintah menaikkan cukai rokok tahun depan mendapat sorotan dari berbagai pihak. Pemerintah diminta mempertimbangkan berbagai sisi yang terlibat dan terkait secara berimbang dalam kajian terkait rencana kebijakan cukai rokok.

Peneliti Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya Imanina Eka Dalilah menuturkan, keseimbangan menjadi prasyarat sebelum pemerintah memutuskan menaikkan cukai salah satu komoditi penyumbang pendapatan terbesar APBN tersebut.

Baca Juga

"Pemerintah perlu memutuskan kenaikan cukai rokok itu secara berimbang dengan melakukan rembuk bersama dengan semua pemangku kepentingan," kata Imanina Eka Dalilah, Rabu (28/9/2022).

Hanya dengan begitu, menurut dia, dampak ekonomi dan sosial atas kebijakan kenaikan cukai nantinya jadi bisa dikendalikan. "Harus selalu diingat bahwa kebijakan cukai ini bukan soal pendapatan negara ataupun kesehatan semata, banyak yang bakal terdampak pada kebijakan cukai di Indonesia, mulai dari tenaga kerja, industri, hingga pertanian," ujarnya.

 

Imanina merasa perlu mengingatkan pemerintah soal industri hasil tembakau (IHT) yang memiliki peran strategis di dalam perekonomian Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan kontribusinya terhadap penerimaan negara yang mencapai 11 persen dari total penerimaan pajak dan mampu menyerap tenaga kerja sekitar enam juta tenaga kerja.

Selain itu, menurut Imanina, kenaikan cukai yang diputuskan secara tidak berimbang berpotensi mendorong angka inflasi semakin dalam. Ia menuturkan, Bank Indonesia telah memprediksi inflasi 2022 bisa tembus 6 persen pascakenaikan harga BBM. Kondisi ini berpotensi bisa diperparah dengan kenaikan cukai rokok.

Imanina mengaku kenaikan cukai rokok memang tak bisa dihindarkan untuk mengejar target pendapatan negara. Selain itu, cukai rokok juga sebagai upaya mengendalikan konsumsi rokok masyarakat. Namun, ia mengingatkan, kenaikan harga rokok akibat kenaikan cukai tak serta merta menurunkan prevalensi perokok. "Dampak kenaikan harga rokok itu ternyata justru lebih besar terhadap peningkatan peredaran rokok ilegal dan penurunan pabrik rokok," ujarnya.

Semenatara, Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi meminta pemerintah untuk melakukan kajian sebelum memutuskan menaikkan kembali cukai rokok pada tahun depan. "Jangan hanya karena mengejar target pendapatan, nasib petani diabaikan. Buat kebijakan yang sebijak-bijaknya, apalagi mengingat tantangan ekonomi ke depan juga akan makin berat pascapandemi. Perlu jalan tengah. Itu tidak bisa hanya mempertimbangkan satu sisi saja," kata Sekretaris Fraksi PPP DPR RI ini, Rabu.

Ia mengatakan, publik telah dikejutkan dengan insiden pembakaran truk bermuatan tembakau di Madura beberapa waktu lalu. Anggota dewan dari Dapil Madura itu berharap kejadian tersebut tidak sampai terulang, apalagi hingga ada aksi balasan dari daerah lain.

Insiden itu, menurut dia, harus menjadi momentum pemerintah untuk membenahi industri tembakau secara menyeluruh dengan mempertimbangkan nasib para pelaku industri tembakau. "Terus terang kami sangat prihatin dengan terjadinya insiden tersebut. Kami menangkap ada kegelisahan yang kuat dari para petani atas nasib dan masa depan mereka ke depan, terutama terkait dengan beberapa kebijakan maupun rencana kebijakan yang telah dan akan dibuat pemerintah terkait dengan pertembakauan," kata Baidowi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement