Selasa 27 Sep 2022 21:15 WIB

Menlu Retno 'Sentil' Negara-Negara Senjata Nuklir

Menlu Retno menyayangkan negara nuklir yang terus memodernisasi senjatanya.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi berpidato di Sidang Majelis Umum PBB ke-77 di New York, Senin (26/9/2022)
Foto: Kemenlu RI
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi berpidato di Sidang Majelis Umum PBB ke-77 di New York, Senin (26/9/2022)

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Negara-negara bersenjata nuklir terus memodernisasi persenjataannya, bukan mengurangi. Padahal nuklir menjadi ancaman umat manusi.

Hal ini dikatakan Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi dalam pidato pada Pertemuan Tingkat Tinggi untuk Memperingati dan Mempromosikan Hari Internasional untuk Perlucutan Senjata Nuklir, di New York, Senin (26/09/2022).

Baca Juga

"Senjata nuklir adalah ancaman nyata bagi umat manusia. Sementara itu negara-negara yang memiliki senjata nuklir terus lakukan modernisasi persenjataan nuklir mereka," kata Retno.

Situasi ini, lanjutnya, menambah keprihatinan Indonesia terhadap perkembangan yang lambat dan kurangnya komitmen dalam upaya perlucutan senjata nuklir. Retno menyampaikan tiga pesan utama terkait persenjataan nuklir, pertama yakni perlucutan senjata nuklir harus menjadi prioritas bersama.

"Mekanisme perlucutan senjata global perlu diperkuat, dan pemanfaatan energi nuklir untuk keperluan damai harus terus dikedepankan," tegasnya.

Retno menekankan bahwa keselamatan umat manusia dari bencana nuklir merupakan tanggung jawab seluruh negara di dunia. Dalam hal ini, Indonesia terus berkomitmen dalam mendukung upaya tersebut.

Peringatan hari internasional perlucutan senjata nuklir ini dilakukan dalam rangka mendorong seluruh negara bersenjata nuklir menjalankan komitmennya untuk menghapus senjata nuklir. Mereka diminta bekerja sama dalam memastikan hak setiap negara dalam penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai.

Pertemuan ini merupakan pertemuan tahunan yang diselenggarakan atas mandat Resolusi Majelis Umum PBB 68/32 (2013) yang diajukan oleh Indonesia, atas nama Gerakan Non-Blok.

Pada Agustus lalu, Indonesia berhasil mengarusutamakan pembahasan isu program kapal selam bertenaga nuklir (Nuclear Naval Propulsion/NNP) dalam pertemuan Traktat Non-Proliferasi Senjata Nuklir (Non-Proliferation Treaty/NPT RevCon).

Risiko kapal selam bertenaga nuklir ada pada pengalihan teknologi menjadi senjata nuklir yang dapat mengancam rezim non-proliferasi dan keamanan global. Hal-hal terkait lain adalah dampak destruktif terhadap lingkungan jika terjadi kebocoran radiasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement