Selasa 27 Sep 2022 16:01 WIB

Indonesia Dorong Kerja Sama G20 untuk Sektor Pertanian Digital

Indonesia yakin digital meningkatkan peran generasi muda di dunia pertanian.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL)  Pemerintah Indonesia mendorong adanya kerja sama antar negara-negara G20 di biang pertanian digital. Pengembangan teknologi digital untuk sektor pertanian dinilai mendesak untuk meningkatkan efisiensi produksi. Selain itu, demi menarik kembali minat generasi muda untuk terjun ke pertanian.
Foto: istimewa
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) Pemerintah Indonesia mendorong adanya kerja sama antar negara-negara G20 di biang pertanian digital. Pengembangan teknologi digital untuk sektor pertanian dinilai mendesak untuk meningkatkan efisiensi produksi. Selain itu, demi menarik kembali minat generasi muda untuk terjun ke pertanian.

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Pemerintah Indonesia mendorong kerja sama antarnegara G20 di biang pertanian digital. Pengembangan teknologi digital untuk sektor pertanian dinilai mendesak untuk meningkatkan efisiensi produksi. Selain itu, demi menarik kembali minat generasi muda untuk terjun ke pertanian.

"Sistem digital sudah kita buka antara G20. Mari kita biarakan, dan tentu kita berharap perbedaan-perbedaan kita bisa diselesaikan dalam waktu singkat," kata Menteri Pertanian RI, Syahurul Yasin Limpo dalam Global Forum Agriculture Ministerial Meeting G20 di Bali, Selasa (27/9/2022).

Ia menuturkan, pengembangan pertanian digital menjadi kebutuhan saat ini untuk menjawab tantangan dunia yang semakin besar. Kehadiran sistem digital pertanian diyakini dapat memperbesar peran generasi muda sekaligus kaum perempuan untuk menggeluti bisnsi pertanian.

Kebutuhan akan sumber daya manusia pertanian menjadi konsentrasi pemerintah. Sebab, tak hanya masalah pandemi Covid-19 yang baru berangsur pulih, sektor pangan dihadapkan pada krisis iklim dunia serta tensi geopolitik yang membutuhkan adanya inovasi-inovasi baru untuk efisiensi produksi pangan.

Direktur Jenderla FAO, Qu Dongyu, menuturkan, masalah pada pangan dan pertanian memburuk selama tujuh tahun terakhir. FAO mencatat sebanyak 828 juta orang di dunia menderika kelaparan.

"Kita harus bekerja sama membuat sistem pertanian pangan lebih efisien, inklusif, tangguh, dan lebih berkelanjutan," kata dia.

Senada dengan Syahrul, Dongyu mengatakan, digitalisasi memainkan peran penting dalam mempercepat kemajuan menuju target pembangunan berkelanjutan.

Ia pun berharap negara-negara G20 dapat saling memastikan akses yang sama dalam hal digitalisasi pertanian untuk memastikan negara-negara berkembang dapat bertumbuh.

"Teknologi digital harus menjadi inti dari tindakan kita karena tujuannya untuk memenuhi permintaan yang meningkat menjaga pangan tetap aman, murah, dan bergizi," ujarnya.

Dengan perkembangan teknologi saat ini, Dongyu menilai akses terhadap teknologi seharusnya lebih mudah sejak kehadiran ponsel. Dahulu, ponsel digunakan hanya untuk berkomunikasi, namun saat ini petani bisa menggunakannya untuk memperoleh informasi produksi hingga pemasaran.

Menteri Pertanian Kanada, Marie-Claude Bibeau, dalam forum diskusi menyampaikan, pemerintah Kanada sangat memprioritaskan infrastruktur telekomunikasi saat ini.

Ia mengakui, penyediaan koneksi internet Wi-Fi menjadi tantangan tersendiri untuk dapat menghubungkan penduduk di area terpencil yang menjadi tempat sentra produksi pertanian.

Namun, kata Bibeau, Kanada tetap berkomitmen dengan berinvestasi dalam jumlah besar untuk infrastruktur digital. "Kita menginvestasikan banyak uang untuk mencapai konektivitas setiap orang di Kanada tahun 2026," ujar dia.

Di sisi lain, Kanada juga membentuk dewan pertanian yang diisi oleh anak-anak muda. Menurutnya, pemerintah Kanada sangat aktif dalam melibatkan dan melatih generasi muda untuk bisa membangun pertanian ke depan lebih inovatif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement