Selasa 27 Sep 2022 13:29 WIB

Bawaslu Ingatkan ASN Jangan Jadi Buzzer Saat Pemilu 2024

Bawaslu secara khusus memantu aktivitas masyarakat di media sosial jelang Pemilu 2024

Rep: Febryan A/ Red: Indira Rezkisari
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan akan menindak akun buzzer yang meresahkan masyarakat bekerja sama dengan Kominfo.
Foto: ANTARA/Reno Esnir
Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan akan menindak akun buzzer yang meresahkan masyarakat bekerja sama dengan Kominfo.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengingatkan semua Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk tidak melanggar prinsip netralitas ketika menggunakan media sosial saat gelaran Pemilu Serentak 2024. Bawaslu juga mewanti-wanti agar ASN tidak menjadi buzzer atau pendengung salah satu calon di jagat maya.

"Kami harapkan ASN tidak termasuk buzzer yang kemudian membuat fitnah, hoaks dan lain-lain. Ini yang perlu kita jaga ASN ke depan," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja saat membuka Rakornas Bawaslu dan Kepada Daerah terkait netralitas ASN, yang dipantau secara daring dari Jakarta, Selasa (27/9/2022).

Baca Juga

Bagja menjelaskan, pihaknya memberikan perhatian khusus pada media sosial karena aktivitas masyarakat di dalamnya bisa membuat eskalasi politik antar calon menjadi panas. Aktivitas yang memicu eskalasi lebih lanjut itu seperti penyebaran konten fitnah, hoaks, dan kampanye hitam.

Selain itu, lanjut dia, media sosial jadi perhatian  kasus karena terbukti berhasil membuat kasus pelanggaran netralitas ASN meningkat. Saat Pemilu 2019, terdapat sekitar 500-an kasus pelanggaran netralitas ASN. Sedangkan saat Pilkada 2020, angka pelanggarannya naik jadi sekitar 1.000 kasus. "Pada 2020 tingkat pelanggaran besar karena media sosial salah satunya," kata dia.

Karena itu, kata Bagja, pihaknya berupaya melakukan pencegahan agar jumlah kasus pelanggaran tak meledak saat Pemilu 2024. Dia meminta para ASN untuk lebih lebih berhati-hati memberikan komentar, membagikan, maupun menyukai suatu postingan terkait peserta Pemilu 2024.

Kini, lanjut dia, masih banyak ASN yang belum memahami bahwa suatu bentuk komentar masuk kategori pelanggaran prinsip netralitas. Misalnya, berkomentar 'ini calon presidenku, wis ganteng, baik lagi'.

"Nah itu sudah termasuk pelanggaran netralitas ASN. Nyatanya, banyak ASN yang tidak mengetahui (bahwa itu sudah bentuk pelanggaran netralitas)," ujar Bagja.

Bagja pun meminta pejabat pembina kepegawaian (PPK) di semua instansi untuk mensosialisasikan ihwal netralitas di media sosial ini kepada ASN masing-masing. Upaya pencegahan itu diharapkan bisa menekan jumlah kasus pelanggaran netralitas saat Pemilu 2024.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement