Rabu 21 Sep 2022 13:15 WIB

Tak Masuk Prolegnas, P2G Desak Pembentukan Pokja Nasional RUU Sisdiknas

Baleg DPR dan pemerintah tak memasukkan RUU Sisdiknas dalam Prolegnas Prioritas 2023.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus raharjo
Sejumlah pelajar dan mahasiswa berunjuk rasa menolak RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) di depan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/8/2022). Mereka meminta pemerintah dan DPR untuk menunda pembahasan RUU Sidiknas masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2023 karena penyusunannya dinilai kurang transparan.
Foto: ANTARA/Henry Purba
Sejumlah pelajar dan mahasiswa berunjuk rasa menolak RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) di depan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/8/2022). Mereka meminta pemerintah dan DPR untuk menunda pembahasan RUU Sidiknas masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2023 karena penyusunannya dinilai kurang transparan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengapresiasi keputusan Baleg DPR yang memutuskan tidak memasukkan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022. Menyikapi itu, P2G mendesak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk membentuk Panitia Kerja (Pokja) Nasional RUU Sisdiknas.

Tujuannya sebagai indikator transparansi perubahan RUU Sisdiknas. "Tim Pokja tersebut dibekali Surat Keputusan penugasan resmi dari Kemdikbudristek kepada akademisi, tokoh pendidikan, perwakilan organisasi guru, dosen, untuk merapikan RUU Sisdiknas yang masih berantakan dan ketidaksinkronan antara Naskah Akademik dengan Batang Tubuh RUU," ujar Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, kepada Republika.co.id, Rabu (21/9/2022).

Baca Juga

Satriwan menegaskan, tim Pokja itu harus dibentuk dengan dasar landasan semangat gotong royong pendidikan seluruh elemen bangsa. Nama-nama yang akan masuk ke dalam tim Pokja RUU Sisdiknas juga harus diumumkan secara transparan sebagai bentuk pertanggungjawaban terhadap publik agar tidak terjadi kesan elitisme dalam Tim.

Sebab, sejauh ini Kemendikbudristek tidak pernah membuka siapa saja tim perumus RUU Sisdiknas yang melahirkan polemik. "Hal ini juga sebagai bentuk keterbukaan, karena hingga sekarang Kemdikbudristek tidak pernah membuka siapa Tim Perumus RUU Sisdiknas yang melahirkan polemik selama ini," kata Satriwan.

Sementara itu, Kepala Bidang Advokasi Guru P2G Iman Zanatul Haeri, menyampaikan, keputusan Baleg DPR untuk tidak memasukkan RUU Sisdiknas ke dalam Prolegnas Prioritas 2022 di satu sisi merupakan sinyal positif bagi organisasi guru. Itu berarti Kemdikbudristek diberikan waktu oleh DPR memperbaiki materi pasal-pasal dalam RUU yang berpotensi kuat merugikan hak-hak guru, seperti hilangnya pasal tunjangan profesi guru (TPG).

Di sisi lain, kata Iman, P2G masih khawatir, sebab pernyataan Ketua Baleg DPR RI masih membuka peluang agar RUU Sisdiknas dimasukkan kembali awal tahun 2023, bahkan bisa juga tahun ini, jika Kemdikbudristek sudah merapikan dan mengkomunikasikan RUU Sisdiknas secara baik. Karena itu, pihaknya mendesak Kemendikbudristek untuk bersikap lebih transparan, akuntabel dan membuka ruang dialog dengan semua unsur pemangku kepentingan di dunia pendidikan.

"P2G mendesak Kemdikbudristek lebih transparan, akuntabel, dan membuka ruang dialog dengan 'partisipasi yang bermakna' melibatkan semua unsur stakeholder pendidikan dalam merancang draf RUU Sisdiknas," kata dia.

Kepala Bidang Litbang Guru P2G Agus Setiawan meminta agar jangan sampai pemerintah dan DPR hanya akal-akalan saja menunda RUU Sisdiknas masuk prolegnas. Dia khawatir hal itu terjadi dengan maksud menunggu situasi kondusif, masyarakat lupa, hingga tidak ada protes lagi dari organisasi guru. "Sementara itu tidak ada perubahan poin-poin krusial dan sensitif terhadap pasal-pasal dalam RUU Sisdiknas, kalau gini ya sama saja," kata Agus.

P2G yakin polemik bahkan penolakan RUU Sisdiknas akan terus berlanjut sepanjang Kemdikbudristek tidak melibatkan stakeholder pendidikan secara jujur, terbuka, dan memadai. Menurut Agus, P2G menilai RUU Sisdiknas mesti mencantumkan hak-hak guru secara detil dan eksplisit sebagaimana diatur dalam UU Guru dan Dosen selama ini. Hal itu adalah harga yang tak bisa ditawar-tawar lagi.

"Jangan sebaliknya, hak-hak guru malah dikebiri dalam RUU Sisdiknas. Termasuk di dalamnya pasal 'TPG', wajib dicantumkan kembali tertulis eksplisit sebagaimana dalam UU Guru dan Dosen," jelas Agus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement