Rabu 21 Sep 2022 01:58 WIB

Sulit Temui Nadiem, Aptisi Berencana Turun ke Jalan Suarakan Persoalan Pendidikan Tinggi

Demonstrasi rencanakan digelar pada 27-29 September di sejumlah titik di Jakarta.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus raharjo
Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), M Budi Djatmiko
Foto: istimewa
Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI), M Budi Djatmiko

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) mengaku sulit untuk bertemu dengan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim. Aptisi berencana melakukan aksi demo untuk menyuarakan persoalan pendidikan tinggi di sejumlah titik di Jakarta.

"Menteri Nadiem sulit kali ketemu sama kita. Ya kita tahulah Menteri kita sulit sekali untuk berbicara dengan baik-baik," tutur Ketua Umum Aptisi, Budi Djatmiko, saat rapat dengar pendapat umum di Komisi X DPR, Selasa (20/9/2022).

Baca Juga

Karena itu, dia mempersilakan kepada para ketua yayasan perguruan tinggi swasta (PTS), dosen, dan para mahasiswa untuk turun sebanyak-banyaknya berdemo ke Jakarta pada 27-29 September 2022. Hal itu dilakukan karena tidak ada kesempatan diskusi yang dapat dilakukan dengan Nadiem.

Rencananya demo akan dilaksanakan di beberapa titik, yakni Istana Negara, Kemendikbudristek, dan DPR. "Kita ingin berdialog dengan Presiden Jokowi dan Menteri Nadiem Makarim. Kita memberi aspirasi, tidak dosa dan tidak bermasalah. Jangan ikuti organisasi yang tidak membela kepentingan saudara-saudara kalian," kata dia.

Ada sejumlah hal yang pihaknya akan suarakan. Pertama, Aptisi meminta agar roh Undang-Undang (UU) Guru dan Dosen tetap ada dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas). Aptisi juga meminta pemerintah agar membubarkan Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi (LAM-PT) yang dinilai berorientasi bisnis semata.

Lalu, pihaknya juga akan meminta agar Kemendikbudristek membubarkan komite uji kompetensi yang tidak sesuai UU dan kembalikan ke perguruan tinggi. Menurut Budi, perlu ada pengawasan yang lebih ketat terhadap izin program studi saat ini. "Audit kinerja penggabungan PTS yang bertahun-tahun tidak selesai dan perizinan prodi yang lambat dan itu merugikan PTS. Itu merugikan sekali," kata dia.

Aptisi kemudian menginginkan adanya peningkatan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah untuk PTS yang saat ini masih terbilang kecil. Sebab, kata dia, selama ini KIP Kuliah tidak transparan dalam pembagiannya. "Kami juga mendesak agar ujian mandiri PTN dihapuskan, karena merupakan celah korupsi rektor PTN, melemahkan kualitas PTN, dan merugikan PTS," jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement