Senin 19 Sep 2022 18:28 WIB

DIY Jadi Daerah Transit Perdagangan Satwa Dilindungi

Provinsi DIY menjadi daerah transit perdagangan satwa terancam punah dan dilindungi.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Bilal Ramadhan
Petugas memberi makan burung hasil sitaan saat pengungkapan kasus perdagangan satwa liar dilindungi. Provinsi DIY menjadi daerah transit perdagangan satwa terancam punah dan dilindungi.
Foto: ANTARA/Umarul Faruq
Petugas memberi makan burung hasil sitaan saat pengungkapan kasus perdagangan satwa liar dilindungi. Provinsi DIY menjadi daerah transit perdagangan satwa terancam punah dan dilindungi.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Perdagangan satwa yang terancam punah dan masuk kategori dilindungi masih terus terjadi. Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DIY mengatakan, DIY pun seringkali menjadi daerah transit untuk perdagangan satwa tersebut.

"DIY walaupun daerahnya kecil, tapi dimanfaatkan orang-orang untuk transit penjualan-penjualan satwa," kata Kepala BKSDA DIY, Muhammadi Wahyudi kepada Republika, Senin (19/9/2022).

Wahyudi menuturkan, perdagangan satwa endemik asal DIY jarang ditemukan. Namun, yang sering ditemukan adanya perdagangan satwa di DIY yakni satwa endemik dari Indonesia bagian timur.

"Ditemukan penjualan satwa itu asal Papua, Kalimantan dan Luar Pulau Jawa itu ada disini (di DIY)," ujar Wahyudi.

 

Selama 2022 ini saja, Wahyudi menyebut, ada enam kasus perdagangan satwa terancam punah dan dilindungi yang ditangani. Seluruh kasus tersebut, katanya, sudah P21 atau hasil penyidikan sudah dinyatakan lengkap dan bahkan sudah ada keputusan dari kejaksaan.

"2020 ada tiga kasus perdagangan satwa ditemukan di DIY, 2021 ada 16, 2022 ada enam dan semua kasus itu yang sudah naik pengadilan dan ada putusan ya," jelasnya.

Dari satwa yang diperdagangkan secara ilegal tersebut, dilakukan penanganan oleh BKSDA DIY. Penanganan dilakukan dengan melepasliarkan ke alam bebas, dan ada juga yang dilakukan translokasi.

"Misalnya ditangkap polda bersama kami, diurus dan putusan pengadilan sudah inkrah, maka kami rehabilitasi dulu (satwa) dan kami lepasliarkan," tambahnya.

Perdagangan satwa yang sering ditemukan di DIY yakni dari kelompok aves atau burung. Seperti burung cendrawasih dan burung merah. Pihaknya tidak bisa melepasliarkan jenis burung tersebut di DIY karena bukan endemik asli DIY.

Dengan begitu, pelepasliaran satwa hasil perdagangan ilegal tersebut dilakukan di endemik asalnya yakni di kawasan Indonesia timur.

"Saya juga pernah lepasliarkan ke papua, cendrawasih dan satwa lainnya asli dari sana. Sumatra, Ambon dan Kalimantan juga pernah. Satwa-satwa dilindungi ini rata-rata bukan asli Yogya, tapi dari luar Jawa, dan satwa tersebut tidak bisa dilepasliarkan di Yogya," ujar Wahyudi.

Mengingat masih ditemukannya perdagangan satwa di DIY, pihaknya pun terus melakukan operasi dan patroli bersama dengan pihak kepolisian. Wahyudi juga meminta peran aktif masyarakat untuk melaporkan jika ditemukan adanya perdagangan hewan terancam punah dan dilindungi ini.

"Kami punya quick response, ada call center beroperasi 24 jam, masyarakat bisa memberikan aduan disitu dan kami akan langsung tindaklanjuti. Dari hasil olahan data, masih banyak satwa-satwa yang diperdagangkan yang harus tindak lanjuti," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement