Senin 12 Sep 2022 18:44 WIB

Kemendikbudristek Jelaskan tentang Kesejahteraan dan Sertifikasi Guru

Sertifikasi untuk tingkatkan kualitas justru menjadi syarat pemberian tunjangan.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Ratna Puspita
Sertifikasi guru yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas justru menjadi syarat bagi pemberian tunjangan yang bertujuan untuk kesejahteraan.
Sertifikasi guru yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas justru menjadi syarat bagi pemberian tunjangan yang bertujuan untuk kesejahteraan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan, sistem yang berlaku saat ini terdapat penggabungan antara proses sertifikasi dan pemberian tunjangan penghasilan guru. Urutan tersebut dinilai terbalik karena semestinya guru dijamin kesejahteraannya terlebih dahulu sebelum dituntut untuk meningkatkan kualitas mereka.

"Sertifikasi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas, menjadi syarat bagi pemberian tunjangan yang bertujuan untuk kesejahteraan. Urutan ini terbalik. Guru seharusnya dijamin kesejahteraannya dahulu, sebelum dituntut untuk meningkatkan kualitas," ujar Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo dalam siaran pers, Senin(12/9/2022).

Baca Juga

Mendikbudristek Nadiem Makarim menjelaskan, mekanisme pemberian tunjangan setelah sertifikasi seperti diatur UU Guru dan Dosen sulit diimplementasikan karena kapasitas pendidikan profesi guru (PPG) yang terbatas. Rata-rata, kata dia, pemerintah menerima guru yang mengikuti program PPG sebanyak 60 hingga 70 ribu per tahun.

"Itu pun dibagi dua. Untuk guru-guru baru, yang menggantikan guru-guru pensiun, dan untuk guru-guru (dalam jabatan) yang sudah mengantre lama untuk sertifikasi melalui PPG,” kata Nadiem.

Jika tetap menggunakan mekanisme mendapatkan tunjangan setelah sertifikasi maka banyak guru yang sampai pensiun belum mendapatkan penghasilan yang layak. “Kalau kita diam saja dan mengikuti peraturan lama di mana disebut tunjangan profesi, maka mereka akan menunggu lebih dari 20 tahun,” sambung dia.

Terkait alasan proses PPG tidak dibuat mudah agar bisa melakukan sertifikasi kepada lebih banyak guru, Nadiem mengatakan, prinsip sertifikasi sebagai upaya menjaga kualitas harus dilindungi. Sertifikasi harus mengacu pada standar kualitas yang tinggi. Karena itu, ke depannya sertifikasi akan menjadi semacam SIM alias izin bagi guru baru untuk boleh mengajar.

"Kita harus melindungi konsep sertifikasi untuk guru-guru baru, sebelum mereka bekerja sebagai guru, baik di swasta maupun di negeri. Yang sudah menjadi guru, kita putihkan mereka, kita bisa berikan tunjangan tanpa mereka harus melalui proses sertifikasi dulu," kata dia.

Nadiem menjelaskan, perubahan mekanisme sertifikasi yang diusulkan dalam RUU Sisdiknas akan menjadi solusi dari menumpuknya antrean PPG yang panjang tanpa mengorbankan kualitas sertifikasi. Dia menjelaskan, Kemendikbudristek akan memastikan guru-guru baru yang akan menjadi regenerasi proses transformasi, kualitasnya baik.

"Plus, kapasitas PPG bisa kita dedikasikan untuk pelatihan dan sertifikasi guru baru, untuk menutup kebutuhan guru kita yang setiap tahunnya ada kekurangan akibat ada guru yang pensiun,” tutur dia.

Nadiem menyarankan para guru hendaknya tetap tenang dan tidak terpancing isu yang beredar mengenai ancaman kesejahteraan guru akibat dihapuskannya tunjangan profesi. Karena apa yang didorong pemerintah saat ini adalah kebalikannya.

"Guru-guru harus mengetahui, masalah sekarang ada di dalam UU Guru dan Dosen, karena ada penyebutan tunjangan terpisah, tunjangan profesi. Itulah mengapa, kita harus mengeluarkannya (istilah tunjangan profesi) sehingga kita bisa memberikan tunjangan sekarang, bukan dalam dua puluh tahun ke depan,” jelas dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement