Kamis 25 Aug 2022 19:45 WIB

Atasi Kelangkaan Air Musim Kemarau, Mahasiswa KKN ITB Bangun Menara Air di Cirebon

Di lokasi KKN, warga merasa kesulitan menemukan sumber mata air tanah yang ideal

Rep: arie lukihardianti/ Red: Hiru Muhammad
Kuliah Kerja Nyata (KKN) mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun ini difokuskan  ke Cirebon sebagai bakti ITB untuk memajukan negeri dari yang terdekat.
Foto: istimewa
Kuliah Kerja Nyata (KKN) mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun ini difokuskan ke Cirebon sebagai bakti ITB untuk memajukan negeri dari yang terdekat.

REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG--Kuliah Kerja Nyata (KKN) mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun ini difokuskan  ke Cirebon sebagai bakti ITB untuk memajukan negeri dari yang terdekat. Tepatnya, di Desa Kebonturi, Kecamatan Arjawinangun, Kabupaten Cirebon, diketahui mengalami krisis air yang cukup serius.

Menurut Dosen Pebimbing ITB yang ahli di bidangnya, Dr Eng Very Susanto, S.T, M.T, lokasi KKN dipilih karena menurut informasi dari warga sekitar, mereka merasakan sulitnya mencari mata air dari tanah yang ideal. Pada beberapa kasus ditemukan air akuifer (air tanah) di kedalaman sekitar 40 meter, namun terasa asin. Kasus lainnya, di kedalaman yang sama ditemukan air yang cukup ideal hanya saja jumlahnya sedikit. Kelangkaan air yang layak ini berkaitan erat dengan kondisi geografis daerah Cirebon sebagai kawasan pesisir.

Baca Juga

"Melihat permasalahan tersebut, salah satu kelompok tema sanitasi dan air bersih KKN ITB 2022 mengimplementasikan solusi pengadaan air bersih yang didapat dari air permukaan," ujar Very, Kamis (25/8/2022).

Menurut Very, air permukaan merupakan sumber air yang didapatkan pada kedalaman kurang dari 20 meter. Proses pencarian air dimulai dari pemetaan lokasi pengeboran di daerah sawah desa untuk kemudian dilakukan pendeteksian sumber air dengan metode geolistrik. Metode ini terbukti mampu memetakan kondisi bawah tanah yang dideteksi berdasarkan tingkat kekerasan zat yang dilewati lintasan elektroda yang ditancap. 

Metode listrik yang dilakukan dibuat menjadi 4 lintasan dengan masing-masingnya sepanjang 288 meter panjang kabel. Kemudian didapatkan lah 8 variasi data kondisi tanah untuk memutuskan titik mana akan dibor.

Sementara menurut Ketua Kelompok Tema Sanitasi dan Air Bersih, Fahryan Arditama, pengeboran pertama dilakukan untuk memastikan lagi apakah air akuifer yang terkandung bisa dikonsumsi atau tidak. Pengeboran ini mencapai kedalaman 38 meter selama tiga hari.

Ternyata, kata dia, air yang didapatkan berasa sedikit asin dengan kualitas air kurang lebih senilai 4000 PPM menggunakan alat TDS Electrolyzer Tester. Agar bisa digunakan untuk kebutuhan rumah tangga harus di bawah 500 PPM. Walaupun secara fisik air itu tidak berwarna dan berbau, berdasarkan pengujian alat maka dipastikan air pengeboran pertama tidak layak pakai.

“Dari pembuktian kebenaran tersebut bahwa air akuifer di desa ini tidak layak pakai, maka kami memutuskan untuk memanfaatkan sumber air lain dari air permukaan (kedalaman 12 meter) sebanyak dua sumur sebagai alternatif,” paparnya.

Proses pencarian air, kata dia, tidak hanya berhenti di situ, dilakukan lagi pengeboran kedua di titik lain yang berpotensi. Atas dasar fakta air tanah berasa asin, pengeboran selanjutnya hanya berfokus pada air permukaan saja. Pengeboran kedua dinilai berhasil karena mendapatkan sumber air yang layak dengan kualitas 300 PPM. Begitu juga pada pengeboran ketiga air yang didapatkan layak pakai dengan kualitas 400 PPM.

Setelah mendapatkan dua sumur bor yang layak pakai, kata dia, mahasiswa melanjutkan misi mereka dengan membangun menara penampungan air supaya bisa diakses masyarakat ketika tidak lagi memiliki cadangan air. Menara air didesain sedemikian rupa dengan perangkat lunak rekayasa infrastruktur untuk dianalisis kekuatan strukturnya. Kemudian desain tersebut direalisasikan bersama vendor bangunan setempat.

Untuk menggenapkan misi dalam menyediakan air bersih yang mudah diakses, kata dia, kelompoknya menginstalasi perpipaan dan perpompaan yang dibutuhkan. Yakni, dimulai dari mendesain aliran perpipaan sederhana, memilih pompa sesuai spesifikasi, dan menginstalasi sumber listrik dari PLN.

Setelah tiga minggu lamanya, kata dia, akhirnya proyek pengadaan air bersih ini selesai dengan berhasil membuat dua lubang sumur bor 12 meter dan menara air setinggi 4 meter dengan dua reservoir berkapasitas masing-masing 2000 liter.  "Jumlah ini cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar 80 rumah dalam sehari," katanya.

Semua proses ini, kata dia, melibatkan disiplin ilmu yang aplikatif. Terlihat sederhana, namun sangat dibutuhkan di masyarakat. Keberhasilan proyek ini terlaksana berkat kekompakan dan ketulusan hati sekelompok mahasiswa yang ingin bermanfaat bagi masyarakat juga karena arahan mentor dan dosen pembimbing yang turut membimbing setiap kemajuan yang terjadi.

Menurut Fahryan, proyek ini tidak semudah kelihatannya. Karena, perlu beberapa keahlian khusus dari variasi jurusan berdasarkan kebutuhan pembangunan. Contohnya geolistrik dengan latar belakang keahlian Teknik Geofisika. Belum lagi perpipaan, bangunan, perpompaan, pengeboran, dan lain-lain. 

 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement