Sabtu 20 Aug 2022 04:35 WIB

Prof Zubairi Djoerban Ingatkan Masyarakat tidak Abai dengan Infeksi Monkeypox

Prof Zubairi Djoerban menyebut kasus Monkeypox naik 20 persen dan ada di 92 negara

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pasien cacar monyet (ilustrasi). Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Prof. Zubairi Djoerban meminta masyarakat tidak abai dengan penularan infeksi cacar monyet atau monkeypox. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut saat ini sudah ada lebih dari 35 ribu kasus cacar monyet yang terlapor.
Foto: www.freepik.com
Pasien cacar monyet (ilustrasi). Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Prof. Zubairi Djoerban meminta masyarakat tidak abai dengan penularan infeksi cacar monyet atau monkeypox. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut saat ini sudah ada lebih dari 35 ribu kasus cacar monyet yang terlapor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Prof. Zubairi Djoerban meminta masyarakat tidak abai dengan penularan infeksi cacar monyet atau monkeypox. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebut saat ini sudah ada lebih dari 35 ribu kasus cacar monyet yang terlapor.

"Jangan abai! Infeksi cacar monyet (monkeypox) terus meningkat. Lebih dari 35.000 kasus telah dilaporkan dari 92 negara, dan terdapat 12 kematian. Minggu lalu saja tercatat ada 7500 kasus yang dilaporkan, meningkat 20 persen dari minggu sebelumnya," ujar Zubairi dalam keterangannya, dikutip Sabtu (20/8).

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menyatakan ancaman infeksi vacar monyet atau monkeypox di Indonesia hanya menunggu waktu saja. Oleh sebab itu, literasi masyarakat terkait penyakit menular ini harus dibangun sejak dini, termasuk penularan terhadap hewan peliharaan.

"Ancaman monkeypox hadir di Indonesia masalah waktu saja. Dan risikonya besar di Indonesia. Sehingga, literasi sangat penting. Kesempatan saat ini karena di Indonesia belum terdeteksi dan penting membangun literasi dan mitigasi risiko dengan baik," ujar Dicky kepada Republika, Sabtu (20/8).

Dicky menjelaskan, cacar monyet merupakan virus yang ditularkan dari hewan dan menginfeksi manusia. Bahkan, sudah ada juga penularan dari seorang penderita monkeypox kepada hewan peliharaan seekor anjing di Perancis.

Dicky pun menerangkan beberapa gejala cacar monyet, antara lain terdapat kelainan kulit seperti vesikel atau terkait cacar, tetapi daerahnya di anus ke kelamin ataupun di mulut, serta ada pembesaran kelenjar getah bening. Untuk mencegah penularan cacar monyet di Indonesia, menurut Dicky pemerintah Indonesia sebaiknya membuat program literasi bagi masyarakat.

Salah satu literasi yang dibuat adalah imbauan kepada masyarakat agar segera menghubungi tenaga kesehatan saat tertular cacar monyet. Penderita juga harus memahami untuk tidak berpergian dan segera melakukan isolasi mandiri saat terpapar cacar monyet serta segera melakukan pelacakan kontak selama 2-3 peka terakhir.

“Nah ini yang harus segera dibangun baik itu pemahamannya, kepahamannya, maupun sistemnya. Karena kalau tidak, ini akan menjadi masalah besar," tegas Dicky.

Ia juga menyarankan ahli kesehatan masyarakat untuk memberikan literasi terkait pencegahan cacar monyet kepada masyarakat Indonesia. “Ini yang harus dibangun dari sekarang dan saya melihat kita masih banyak yang enggak mengambil pelajaran dari Covid-19 atau dari pandemi selama hampir mau tiga tahun ini," ujar Dicky.

Sampai saat ini, Kementerian Kesehatan mencatat sudah ada 20 discarded cacar monyet. Di mana sebelumnya semua pasien berstatus suspek, namun hasilnya negatif cacar monyet. Juru Bicara Kementerian Kesehatan, dr Mohammad Syahril memastikan hingga kini belum ada kasus cacar monyet yang terkonfirmasi di Indonesia.

Ia pun mengimbau agar masyarakat menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan menghindari kontak dengan penderita gejala cacar. Hal ini bertujuan untuk mencegah penularan cacar monyet.

Ia menuturkan, ada sembilan rekomendasi dari organisasi kesehatan dunia (WHO) agar Indonesia tetap terbebas dari penyakit infeksi cacar monyet. Pertama, memperkuat respons dan koordinasi lintas sektor.

Kedua, intervensi untuk mencegah stigma dan diskriminasi, berfokus pada akses perawatan klinis, privasi pada pasien dan kontak erat. Ketiga, memperkuat surveilans dan diagnosis tes, definisi operasional global diadopsi, memasukkan gejala yang kompatibel untuk masuk dalam notifiable diseases.

Keempat, meningkatkan kapasitas deteksi melalui training untuk tenaga kesehatan, puskesmas, klinik kesehatan seksual, dan lain-lain. Selanjutnya meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat.

"Keenam, berkolaborasi dengan kelompok kunci untuk membangun kepercayaan penanganan dan mencegah informasi bohong," ujar Syahril.

Ketujuh, berkomunikasi dengan penyelenggara event yang bersifat intimate seperti gathering dan lainnya. Kedelapan, melaporkan segera ke WHO bila ditemukan probable atau kasus terkonfirmasi.

"Terakhir, jika ditemukan kasus baru, Indonesia diminta melaksanakan rekomendasi sesuai dengan rekomendasi negara dengan kasus cacar monyet," ujar Syahril.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement