Rabu 17 Aug 2022 15:32 WIB

Presiden Korsel Enggan Beri Jaminan Keamanan kepada Korut

Sebelumnya, Korsel siap memberikan bantuan ekonomi kepada Korut.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Friska Yolandha
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol berbicara dalam upacara untuk merayakan Hari Pembebasan Korea dari pemerintahan kolonial Jepang pada tahun 1945, di alun-alun kantor kepresidenan di Seoul, Korea Selatan, Senin, 15 Agustus 2022.
Foto: AP Photo/Ahn Young-joon, Pool
Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol berbicara dalam upacara untuk merayakan Hari Pembebasan Korea dari pemerintahan kolonial Jepang pada tahun 1945, di alun-alun kantor kepresidenan di Seoul, Korea Selatan, Senin, 15 Agustus 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk-yeol mengatakan, pemerintahannya tak dapat memberikan jaminan keamanan bagi Korea Utara (Korut). Dia mengaku enggan mengubah status quo di Semenanjung Korea diubah secara paksa.

“Menjamin keamanan rezim (Korut) bukanlah sesuatu yang dapat dilakukan oleh pemerintah Republik Korea. Tetapi baik saya maupun pemerintah Republik Korea tidak menginginkan status quo diubah secara tidak masuk akal atau dengan paksaan di Korut,” kata Yoon dalam pidato peringatan 100 hari masa jabatannya, Rabu (17/8/2022), dilaporkan kantor berita Korsel, Yonhap.

Baca Juga

Sebelumnya Yoon menyampaikan, pemerintahannya siap memberikan bantuan ekonomi kepada Korut. Namun negara yang dipimpin Kim Jong-un tersebut harus terlebih dulu menghentikan aktivitas pengembangan nuklirnya.

Yoon mengungkapkan, denuklirisasi Korut sangat esensial bagi perdamaian berkelanjutan di Semenanjung Korea, Asia Timur Laut, dan dunia. "Inisiatif berani yang saya bayangkan akan secara signifikan meningkatkan ekonomi Korut dan mata pencaharian rakyatnya secara bertahap jika Korut menghentikan pengembangan program nuklirnya serta memulai proses denuklirisasi yang sungguh-sungguh dan substantif," kata Yoon dalam pidato peringatan 77 tahun pembebasan Korea dari penjajahan Jepang, Senin (15/8/2022) lalu.

Yoon menyampaikan bahwa pemerintahannya tak segan membantu perekonomian Korut jika denuklirisasi dilakukan. "Kami akan menerapkan program pangan skala besar, memberikan bantuan untuk pembangkit listrik, infrastruktur transmisi dan distribusi, serta melaksanakan proyek untuk memodernisasi pelabuhan dan bandara untuk perdagangan internasional," ucapnya.

Dia juga menawarkan untuk membantu meningkatkan produktivitas pertanian Korut, memodernisasi rumah sakit dan infrastruktur medisnya, serta mengimplementasikan prakarsa investasi dan dukungan keuangan internasional. Korsel dan Korut terlibat dalam peperangan pada 1950-1953. Perang itu berakhir dengan gencatan senjata dan tanpa perjanjian damai. Jadi secara teknis, saat ini kedua negara masih dalam kondisi berperang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement