Senin 15 Aug 2022 17:12 WIB

Tolak Lindungi Putri Sambo, LPSK: Tidak Ada Peristiwa Pidananya

Putri Sambo tak kooperatif diduga disebabkan kondisi yang tak diketahui saat ini.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus raharjo
Unsur pimpinan LPSK menggelar konferensi pers soal nasib permintaan perlindungan dari istri Irjen Pol Ferdy Sambo dan Bharada E dalam kasus kematian Brigadir J pada Senin (15/8).
Foto: Republika/Rizky Surya
Unsur pimpinan LPSK menggelar konferensi pers soal nasib permintaan perlindungan dari istri Irjen Pol Ferdy Sambo dan Bharada E dalam kasus kematian Brigadir J pada Senin (15/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menolak permohonan perlindungan yang diajukan istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi Sambo. Keputusan bulat tersebut dinyatakan dalam rapat paripurna LPSK, pada Senin (15/8/2022).

Wakil Ketua LPSK Susilaningtias mengatakan, penolakan lembaganya memberikan perlindungan, karena sejumlah alasan. Pertama, Putri Sambo dinilai tak kooperatif sebagai pemohon. “Kita sudah putuskan, menolak permohonan perlindungan yang diajukan oleh pemohon, dalam hal ini, adalah Ibu Putri Candrawathi Sambo,” kata Susi, kepada Republika.co.id, via telefon dari Jakarta, Senin (15/8/2022).

Baca Juga

Susi menambahkan, dari rapat paripurna internal LPSK, ada sejumlah penilaian yang menyimpulkan kecacatan, maupun ketidaklayakan dalam memberikan perlindungan terhadap Putri Sambo. Paling penting, kata Susi, menyangkut fakta hukum atas pengajuan tersebut.

Menurut Susi, permohonan perlindungan oleh Putri Sambo, diajukan atas perannya sebagai saksi dan korban, terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang dialaminya di rumah dinas suaminya, di Kompleks Polri, di Duren Tiga 46 Jakarta Selatan (Jaksel), Jumat (7/8/2022). Atas dugaan tersebut, kata Susi, Putri Sambo melaporkan kejadian itu, ke Polres Metro Jaksel, dengan terlapor adalah Brigadir Joshua Hutabarat (J).

“Tetapi fakta hukumnya, peristiwa yang dilaporkan tersebut, kan dihentikan oleh penyidik (Polri) dengan alasan, tidak ada peristiwa pidananya,” kata Susi.

Kepastian hukum dari Polri tersebut, kata Susi, membuat LPSK tak dapat memenuhi permintaan permohonan perlindungan atas peristiwa yang sebenarnya fiktif atau palsu. “Jadi, kita tolak, karena permohonan perlindungan itu kan atas peristiwa yang terjadi di Duren Tiga. Dan itu dihentikan penyidikannya. Jadi kita tidak menerima permohonan dari yang bersangkutan,” ujar Susi.

Susi melanjutkan, dalam permohonan perlindungan, pun mengharuskan adanya prediksi ancaman terhadap Putri Sambo sebagai pemohon. Dalam konteks tersebut, kata Susi, LPSK berkeyakinan Putri Sambo tak berada dalam kondisi terancam. Sebab kata Susi, terkait kasus di Duren Tiga, Putri Sambo, tak pernah menyampaikan, ataupun melaporkan adanya ancaman terhadap dirinya.

“Kita tidak pernah ada mendengar, atau menerima laporan bahwa pemohon mendapatkan ancaman dari kasus tersebut,” ujar Susi.

Faktor lain yang membuat LPSK menolak permohonan perlindungan ajuan Putri Sambo, kata Susi adalah menyangkut sikap yang kooperatif. Kata Susi, LPSK sudah menjalankan perannya sebagai lembaga yang berupaya untuk peduli dengan kondisi Putri Sambo. Hal tersebut, dikatakan dia, dengan langkah LPSK yang sudah dua kali melakukan permintaan keterangan, maupun informasi dari Putri Sambo, atas kasus yang menyeretnya.

Akan tetapi, kata Susi, dalam setiap permintaan keterangan tersebut, Putri Sambo, tak sekalipun bersedia kooperatif. “Yang bersangkutan sebagai pemohon, tidak kooperatif untuk dapat kita lakukan asesmen,” tegas Susi.

LPSK meyakini, kondisi Putri Sambo yang tidak kooperatif tersebut, disebabkan kondisi yang sampai saat ini, tak diketahui. “Yang bersangkutan, mungkin masih dalam kondisi yang depresi. Sehingga kami tidak dapat melakukan permintaan keterangan, dan informasi dari Bu Putri,” ujar Susi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement