Sabtu 13 Aug 2022 06:06 WIB

Sekjen PBB Umumkan Dukungan Denuklirisasi Korea Utara

Korea Utara pun meminta negosiasi keringanan sanksi dan konsesi keamanan.

Rep: Dwina Agustin/ap/ Red: Muhammad Fakhruddin
Sekjen PBB Umumkan Dukungan Denuklirisasi Korea Utara. Sekjen PBB Antonio Guterres
Foto: AP Photo/Mary Altaffer
Sekjen PBB Umumkan Dukungan Denuklirisasi Korea Utara. Sekjen PBB Antonio Guterres

REPUBLIKA.CO.ID,SEOUL -- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mengumumkan pada Jumat (12/8), bahwa komitmen teguh PBB terhadap denuklirisasi sepenuhnya terhadap Korea Utara. Penegasan ini muncul saat Dewan Keamanan (DK) PBB terpecah memberikan lebih banyak ruang bagi negara yang terisolasi itu untuk memperluas program senjata nuklir dan rudal balistiknya.

Sikap tersebut disampaikan saat Guterres bertemu dengan Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol di Seoul. "Ada tujuan mendasar untuk membawa perdamaian, keamanan, dan stabilitas ke seluruh kawasan,” katanya kepada Yoon.

Baca Juga

Guterres tiba di Korea Selatan pada Kamis (11/8). Kemudian bertemu dengan Menteri Luar Negeri Korea Selatan Park Jin untuk diskusi yang diperkirakan akan berpusat di sekitar ancaman nuklir Korea Utara.

Dalam kesempatan kunjungan kali ini, Guterres menegaskan komitmen yang jelas dari PBB untuk denuklirisasi penuh, dapat diverifikasi, dan tidak dapat diubah di Semenanjung Korea dan Korea Utara. Dia juga memuji partisipasi Korea Selatan dalam upaya pemeliharaan perdamaian internasional dan memerangi perubahan iklim.

Korea Utara telah menguji coba lebih dari 30 rudal balistik tahun ini, termasuk penerbangan pertama rudal balistik antarbenua sejak 2017. Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un juga mendorong untuk memajukan persenjataan nuklir negara itu dalam menghadapi tekanan dan sanksi yang pimpinan oleh Amerika Serikat yang dinilai bersikap seperti gangster.

Kecepatan demonstrasi senjata yang luar biasa cepat juga menggarisbawahi desakan Pyongyang yang bertujuan memaksa Washington untuk menerima gagasan sebagai kekuatan nuklir. Korea Utara pun meminta negosiasi keringanan sanksi dan konsesi keamanan yang sangat dibutuhkan dari posisi yang kuat.

Pemerintah AS dan Korea Selatan juga mengatakan, Korea Utara bersiap untuk melakukan uji coba nuklir pertamanya sejak September 2017. Walaupun Pyongyang telah mengklaim telah meledakkan hulu ledak nuklir yang dirancang untuk peluru kendali balistik antarbenua.

Sementara pemerintahan Presiden AS Joe Biden mengatakan akan mendorong sanksi tambahan jika Korea Utara melakukan uji coba nuklir lagi, prospek untuk tindakan hukuman yang berarti tidak jelas. Cina dan Rusia baru-baru ini memveto resolusi yang disponsori AS di DK PBB.

Resolusi ini bertujuan meningkatkan sanksi terhadap Korea Utara atas beberapa pengujian rudal balistiknya tahun ini. Pengajuan dan veto yang muncul menggarisbawahi perpecahan antara anggota tetap DK PBB yang telah memperdalam perang Rusia di Ukraina.

Pertemuan Guterres dengan pejabat Korea Selatan terjadi sehari setelah Korea Utara mengklaim kemenangan yang disengketakan secara luas atas Covid-19. Pyongyang menyalahkan Seoul atas wabah tersebut dan bersumpah akan melakukan pembalasan mematikan.

Korea Utara bersikeras infeksi awalnya disebabkan oleh selebaran dan benda-benda lain yang diterbangkan melintasi perbatasan dengan balon yang diluncurkan oleh aktivis anti-Korea Utara yang berada di Korea Selatan. Klaim tersebut pun digambarkan Seoul sebagai tidak ilmiah dan konyol.

Korea Utara memiliki sejarah meningkatkan tekanan pada Korea Selatan ketika tidak mendapatkan apa yang diinginkannya dari AS. Ada kekhawatiran bahwa ancaman Korea Utara menandakan provokasi yang mungkin termasuk uji coba nuklir atau rudal atau bahkan pertempuran perbatasan.

 

Sumber: https://apnews.com/article/seoul-united-nations-south-korea-antonio-guterres-ad28a6f9cab23771bc983e38b789520e

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement