Kamis 11 Aug 2022 20:49 WIB

Swedia Geser Prancis Sebagai Pengekspor Listrik Terbesar Eropa

Prancis biasanya mengekspor lebih banyak daripada impornya.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Friska Yolandha
Swedia mengambil alih Prancis sebagai pengekspor listrik terbesar Eropa pada paruh pertama 2022.
Foto: AP Photo/Nariman El-Mofty
Swedia mengambil alih Prancis sebagai pengekspor listrik terbesar Eropa pada paruh pertama 2022.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Swedia mengambil alih Prancis sebagai pengekspor listrik terbesar Eropa pada paruh pertama 2022. Menurut analis energi EnAppSys pada Rabu (10/8/2022), posisi ini akibat masalah yang mengakar mengurangi ketersediaan nuklir Prancis ke posisi terendah dalam sejarah.

"Kenaikan Swedia ke puncak tabel liga pengekspor lebih berkaitan dengan pergeseran Prancis dari pengekspor bersih di awal tahun menjadi pengimpor bersih," kata EnAppSys.

Baca Juga

Prancis biasanya mengekspor lebih banyak daripada impornya. Namun masalah struktural dengan armada nuklirnya yang tidak menunjukkan tanda-tanda membaik membuat ekspor dari negara itu berkurang separuh dibandingkan tahun sebelumnya, sementara Swedia mengekspor 16 terawatt jam (TWh).

Sebagian besar pasokan listrik Swedia berasal dari nuklir, hidro, dan biofuel. Ditambah lagi , menurut data dari Badan Energi Internasional, pasokan dari angin mulai tumbuh di negara itu seiring dengan menurunnya pembangkit berbahan bakar minyak.

Prancis telah berubah dari pengekspor bersih 21,5 TWh pada paruh pertama 2021 menjadi pengimpor bersih 2,5 TWh pada paruh pertama 2022. Kondisi ini karena impor berlipat ganda menjadi 18,9 TWh dan ekspor menyusut menjadi 16,4 TWh.

Sedangkan Swedia mengekspor 7 TWh ke Finlandia dan 4 TWh ke Denmark selama paruh pertama tahun ini, yang merupakan mayoritas dari arus ekspornya. Jerman adalah eksportir bersih terbesar kedua dengan 15,4 TWh, dua kali lipat tingkat yang tercatat di pertengahan 2021, karena pembangkit listrik di negara itu menanggapi permintaan impor dari Prancis.

Terlepas dari masalah nuklir, harga gas yang tinggi melebih-lebihkan status importir bersih Prancis karena ekonomi tidak kondusif untuk mengekspor gas. Pada gilirannya kondisi itu semakin meningkatkan harga gas Eropa. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement