Kamis 11 Aug 2022 06:47 WIB

Dospulkam IPB  Gelar  Internalisasi  Praktik Baik Perikanan Berkelanjutan

Kegiatan itu dilaksanakan  di Desa Nelayan, Kebumen.

Dospulkam IPB University melakukan program peningkatan kapabilitas nelayan Kabupaten Kebumen melalui Internalisasi Praktik Baik Perikanan Berkelanjutan, beberapa waktu lalu.
Foto: Dok IPB University
Dospulkam IPB University melakukan program peningkatan kapabilitas nelayan Kabupaten Kebumen melalui Internalisasi Praktik Baik Perikanan Berkelanjutan, beberapa waktu lalu.

REPUBLIKA.CO.ID, KEBUMEN -- Tim Dosen Pulang Kampung (Dospulkam) IPB University dari Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) melakukan program peningkatan kapabilitas nelayan Kabupaten Kebumen melalui Internalisasi Praktik Baik Perikanan Berkelanjutan. Sejumlah dosen tersebut antara lain Prof Tri Wiji Nurani, Prihatin Ika Wahyuningrum  Spi  MSi, Dr Iin Solihin, Ir Muhammad Dahri Iskandar  MSi, dan Prof Eko Sri Wiyono.

Menurut Prof Tri Wiji Nurani, turun lapang dilakukan untuk sosialisasi dan diskusi dengan para pemangku kepentingan di Desa Nelayan, Kecamatan Ayah, Kebumen, Jawa Tengah yaitu Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Pasir, Karangduwur dan Argopeni.

Hasil diskusi Tim Dospulkam dengan Kepala PPI Pasir, kepala desa, perwakilan nelayan dan pedagang terungkap bahwa nelayan Pasir secara umum merupakan nelayan yang telah berpikiran maju. Prof Tri mengungkap, mereka paham pekerjaan nelayan bersifat musiman. Ada waktu melaut dan mendapat hasil tangkapan yang banyak, namun di saat lain tidak mendapatkan hasil tangkapan.

“Karena itu pentingnya mengelola keuangan dengan baik. Nelayan perlu membuat catatan sederhana kegiatan usahanya. Hendaknya nelayan menyisihkan uang dalam bentuk investasi, terutama untuk ternak dan sawah atau pekarangan, sebagai alternatif mata pencaharian,”  ujarnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Senin (8/8/2022).

Joni Hernawan, ST, MT, Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kelautan dan Perikanan (DLHKP) menyambut baik kedatangan tim Dospulkam. Ia mengharapkan inovasi para dosen IPB University bisa memberikan manfaat besar bagi perikanan laut Kabupaten Kebumen, khususnya bagi kesejahteraan nelayan.

Pada sisi lain, PPI Pasir sangat potensial untuk komoditi ekspor, dalam hal ini ikan bawal putih. Per ekor ikan bawal putih kualitas baik berukuran sekitar 0,6 kg dapat mencapai harga Rp 350.000 di tingkat nelayan.

Salam selaku ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) Mina di Pasir menuturkan, harga tergantung pada mutu ikan. Selama ini masih ditemui praktik penanganan ikan tidak baik. Padahal, kata dia, sirip terputus sedikit saja, sudah menjadikan harga anjlok.

Menanggapi hal itu, Dr Iin menyatakan pentingnya melakukan penanganan ikan dengan baik. Mulai dari saat melakukan operasi penangkapan ikan, di atas kapal, bongkar, pelelangan di pelabuhan hingga dalam distribusi menuju pasar tujuan ekspor.

Sementara itu, Rasidi, ketua PPI Karangduwur menyampaikan keluhan nelayan terkait jangkauan operasi penangkapan ikan yang semakin jauh. Kini sudah sulit menangkap ikan di dekat pantai. Ditambah sampah laut yang kian banyak.

Prihatin Ika Wahyuningrum  SPi  MSi mengungkap, ikan di laut dapat dideteksi keberadaannya. “IPB University tengah mengembangkan teknologi untuk mendeteksi keberadaan ikan di laut berdasarkan kandungan klorofil-a dan suhu permukaan laut. Teknologi ini masih disempurnakan agar dapat mudah diakses oleh nelayan, “ katanya.

Penggunaan teknologi yang tepat untuk menangkap ikan juga diungkapkan Ir Dahri Iskandar  MSi. Ia menemukan di PPI Karangduwur ikan ataupun lobster yang didaratkan masih berukuran kecil. Sehingga dijual dengan harga yang lebih murah.

“Nelayan menggunakan jaring dengan ukuran mata jaring 3,5-5 inch. Di sini pengaturan ukuran mata jaring menjadi penting untuk menangkap, khususnya lobster dan bawal putih dengan ukuran yang sesuai standar pasar ekspor,” sebut Ir Dahri Iskandar  MSi.

Sementara yang terjadi di PPI Argopeni terungkap bahwa nelayan melakukan penggantian alat tangkap harian. Salim, salah seorang nelayan mengatakan, hal itu dilakukan sebagai antisipasi atas hasil tangkapan yang berubah setiap saat. Ia berujar, nelayan memiliki dua kapal tetapi dengan enam jenis alat tangkap agar menguntungkan.

Karenanya, Prof Eko menegaskan pentingnya untuk bisa menduga waktu yang tepat sesuai dengan catatan dari pengalaman yang ada, sehingga penggantian alat tangkap bisa direncanakan dengan baik.

Dalam kesempatan itu, Ashari  APi,  kepala Bidang Perikanan Tangkap DLHKP menyampaikan, Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 573 sebagai lokasi penangkapan ikan di Kabupaten Kebumen akan dijadikan daerah penangkapan industri. Untuk menjadi perikanan industri, tentu memerlukan kapal yang lebih besar dengan trip yang lebih lama.

Namun hal ini masih sulit dilakukan. Karena nelayan belum termotivasi untuk melakukan trip lebih dari satu hari. Kata Ashari, kapal berukuran kecil 1-2 GT sangat banyak dan menumpuk beroperasi di wilayah perairan pantai.

“Berbagai upaya untuk mengalihkan nelayan ke penggunaan kapal yang lebih besar sudah dilakukan, namun belum berhasil. Selain itu pada saat musimnya, ikan berlimpah. Nelayan sudah pandai, memilih hanya ikan berharga tinggi yang diperhatikan, ikan rucah akan dibuang atau ditimbun. Ini beberapa tantangan ke depan perikanan laut Kebumen,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement