Senin 01 Aug 2022 16:32 WIB

Konsumsi Pertalite Sudah Menyedot 61 Persen Kuota Tahun 2022

Setiap bulan konsumsi Pertalite selalu overkuota sampai 2,5 juta kiloliter.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
Pengendara kendaraan roda empat menunjukkan aplikasi MyPertamina saat membeli BBM subsidi jenis pertalite di SPBU Pertamina Riau, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung (ilustrasi). Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mencatat hingga akhir Juli 2022, konsumsi pertalite sudah menembus angka 15,9 juta kiloliter (KL).
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Pengendara kendaraan roda empat menunjukkan aplikasi MyPertamina saat membeli BBM subsidi jenis pertalite di SPBU Pertamina Riau, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung (ilustrasi). Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mencatat hingga akhir Juli 2022, konsumsi pertalite sudah menembus angka 15,9 juta kiloliter (KL).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mencatat hingga akhir Juli 2022, konsumsi pertalite sudah menembus angka 15,9 juta kiloliter (KL). Artinya, konsumsi ini sudah menyedot 61 persen dari kuota tahun ini sebesar 23,05 juta KL.

Anggota Komisi BPH Migas Saleh Abdurrahman menjelaskan apabila pemerintah dan PT Pertamina (Persero) tak kunjung melakukan strategi penyaluran maka ini akan melonjak dan akan membebani APBN. "Hingga saat ini belum ada instrumen untuk bisa mengendalikan konsumsi Pertalite layaknya Solar yang sudah diatur," ujar Saleh, Senin (1/8/2022).

Baca Juga

Jika dihitung, setiap bulan konsumsi Pertalite selalu overkuota sampai 2,5 juta KL. Terlebih sejak Pertalite ditetapkan sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) yang secara kuota ditetapkan.

Saleh mengaku lembagannya masih menunggu aturan anyar revisi revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM rampung pada Agustus 2022 untuk menekan bocornya distribusi BBM murah itu di tengah masyarakat.

“Jika Perpres sudah terbit kita akan langsung bergerak, sambil menunggu itu bersama Pertamina kita coba mempercepat registrasi ini menentukan kesuksesan pasca revisi,” ujar Saleh.

Pemerintah saat ini tengah merevisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang subsidi energi. Tanpa adanya revisi perpres tersebut maka penyaluran barang subsidi baik itu BBM maupun LPG tidak bisa terlaksana dengan baik.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tutuka Ariadji mengatakan hingga saat ini Revisi Perpres tersebut masih dalam pembahasan. Dari sisi ESDM, kata Tutuka sudah menyodorkan poin poin revisi.

"Saat ini memang kita tinggal tunggu Presiden yang umumkan dan teken," ujar Tutuka pekan lalu.

Tutuka juga tak menampik penyaluran Pertalite saat ini saja sudah overkuota. Ia mengatakan jika tidak ada langkah preventif maka akan menjadi beban APBN di akhir tahun.

Revisi Perpres 191 Tahun 2014 ini juga menjadi salah satu acuan bagi Kementerian ESDM untuk membuat kebijakan soal Pertalite kedepan. Sempat ada isu soal kenaikan harga Pertalite ataupun wacana terkait penyaluran subsidi secara tertutup.

Namun, hal ini kata Tutuka tidak akan bisa terlaksana tanpa selesainya Perpres tersebut. "Karena kita gak mungkin membuat kebijakan yang nantinya malah tidak tepat sasaran. Semua rencana kebijakan soal barang subsidi ini masih menunggu dari Revisi Perpres ini selesai," ujar Tutuka.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement