Sabtu 23 Jul 2022 17:34 WIB

Genosida Rohingya, Bangladesh Sambut Baik Putusan Mahkamah Kriminal Internasional

Kasus genosida Rohingya yang diajukan oleh Gambia bisa dilanjutkan.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Ani Nursalikah
Pengungsi Rohingya mengantre untuk mendapatkan bantuan di Coxs Bazar, Bangladesh pada 2017. Genosida Rohingya, Bangladesh Sambut Baik Putusan Mahkamah Kriminal Internasional
Foto: REUTERS/Cathal McNaughton
Pengungsi Rohingya mengantre untuk mendapatkan bantuan di Coxs Bazar, Bangladesh pada 2017. Genosida Rohingya, Bangladesh Sambut Baik Putusan Mahkamah Kriminal Internasional

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Bangladesh menyambut baik keputusan Mahkamah Kriminal Internasional (ICJ) pada Jumat lalu yang menolak keberatan awal Myanmar dan membuka jalan bagi kasus genosida Rohingya yang diajukan oleh Gambia untuk dilanjutkan.

Putusan tersebut menolak empat keberatan awal dengan alasan hukum dan prosedural, menurut pernyataan Mahkamah Internasional. 

Baca Juga

"Bangladesh menyatakan pertanyaan tentang keadilan dan akuntabilitas internasional akan sangat penting dalam menemukan solusi yang tahan lama untuk krisis Rohingya, dan juga akan terbukti menjadi langkah membangun kepercayaan untuk pemulangan berkelanjutan Rohingya ke rumah mereka di Myanmar dengan hak-hak mereka yang sah. dipulihkan,” kata Kementerian Luar Negeri Bangladesh, dilansir dari Anadolu Agency, Sabtu (23/7/2022).

Bangladesh percaya keadilan internasional diperlukan bagi Muslim Rohingya yang teraniaya untuk kembalinya mereka secara bermartabat ke Myanmar sebagai solusi permanen untuk krisis lama yang menjerumuskan kawasan itu ke dalam krisis yang mendalam. Myanmar berpendapat pengadilan tersebut tidak memiliki yurisdiksi.

Gambia mengajukan aplikasi di daftar pengadilan pada 2019 yang melembagakan proses hukum terhadap Myanmar. Pada Januari 2021, junta militer Myanmar mengajukan keberatan.

Bangladesh menyediakan perlindungan bagi 1,2 juta pengungsi Rohingya di pantai tenggara Cox's Bazar sejak masuknya pengungsi pada tahun 2017 dalam menghadapi tindakan keras militer Myanmar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement