Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Cut Syafira Aldina

Nahdlatul Ulama, Kemerdekaan Indonesia dan Kebebasan Berpikir

Lomba | Thursday, 09 Feb 2023, 20:26 WIB
Sumber: Republika

Entah kebetulan atau tidak, perayaan 100 tahun berdirinya NU atau Nahdlatul Ulama tepat dengan berhembusnya isu kebebasan berpikir yang dibawa oleh salah satu influencer tanah air. Tanpa perlu disebut nama, namun konteks yang dilayangkan tak jauh dari konsep liberalisme. Sang influencer yang bermukim di Jerman ini bukan pemain baru karena dari beberapa tahun belakang, ia kerap kali memberikan statement berbahaya. Dalihnya kebebasan berpikir namun berakhir dengan kebebasan yang kebablasan. Hal ini membuat hilangnya khidmat terhadap para pejuang Nahdlatul Ulama yang melahirkan resolusi jihad untuk kemerdekaan Indonesia. Berdasar kaidah tentang kewajiban umat Islam dalam mempertahankan tanah air, berlanjut dengan pertempuran destruktif namun dengan mudahnya dinodai dengan pemikiran anak muda yang harusnya memiliki semangat serupa.

Memang, sama-sama membawa ide kebebasan berpikir seperti dilayangkan KH Abdul Wahab Hasbullah, namun kali ini kelihatannya memiliki titik akhir yang berbeda. Jika KH Abdul Wahab Hasbullah membentuk Tashwirul Afkar (Pergolakan Pemikiran) sebagai forum pengkaderan kaum muda progresif, pemikir, dan suka dunia politik. Lagaknya, sang influencer tak sampai niat untuk ke arah sana, hanya memvalidasi diri sendiri dengan statement yang malah menyakiti banyak pihak.

Sepak Terjang Nahdlatul Ulama sampai kemerdekaan Indonesia

Menyongsong tema “Merawat Jagat Membangun Peradaban”, Harlah Satu Abad Nahdlatul Ulama (NU) berhasil memeriahkan GOR Deltra Sidoarjo, Jawa Timur. Teringat salah satu film berjudul Sang Kiai, yang mengangkat kisah seorang pejuang kemerdekaan sekaligus pendiri Nahdlatul Ulama dari Jombang, yakni Hadratussyaikh K.H Hasyim Asy’ari. Sebagai kaum milenial, belajar dari film adalah salah satu cara terasyik. Karya yang masuk dalam kategori Film Berbahasa Asing Terbaik dalam Academy Awards ke-86 pada tahun 2013 silam ini mengajarkan tentang kemanusiaan, perjuangan serta beragama secara menyeluruh. Menyelisik dari bidang pendidikan, berdirinya Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang menjadi salah satu warisan dari pemikiran K.H Hasyim Asy’ari.

Mengutip dari buku karya Lathiful Khuluq berjudul Fajar Kebangunan Ulama: Biografi KH Hasyim Asy’ari, dilihat dari segi politik, Kyai Haji Hasyim Asy’ari tidak pernah secara terbuka bersikap konfrontatif terhadap Belanda, aktifitas-aktifitas politik beliau termasuk pendiri dan pengembangan Organisasi Tradisional Muslim, Nahdlatul Ulama.

Waktu itu kemasyhuran K.H Hasyim Asy’ari sejalan dengan berkembangnya Islam modern. Namun, ia tak langsung menyambut perkembangan gerakan Islam Modern, salah satu langkah preventifnya yaitu mengutus KH Abdul Wahab Hasbullah, muridnya untuk masuk kedalam aktivitas sosial kelompok Islam Modern. Nama ini akan sering disebut-sebut sebagai sosok heroik pelopor kebebasan berpikir yang mengguncang Surabaya dengan seruan resolusi jihad. Bukan resolusi kaum milenial setiap akhir tahun, membuka permulaan tahun yang terbatas dalam pencapaian duniawi, memvalidasi diri sendiri tanpa tujuan membangun peradaban. Ini adalah resolusi untuk mempertahankan kemerdekaan dengan diksi, “Perang Kemerdekaan Dianggap Sebagai Perang Suci (jihad fii sabilillah).”

Rapat PBNU yang dipimpin Ketua Besar KH Abdul Wahab Hasbullah itu kemudian menyimpulkan satu keputusan dalam bentuk Resolusi yang diberi nama “Resolusi Jihad Fi Sabilillah”, yang isinya sebagai berikut: “Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe Fardloe ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itu djadi fardloe kifajah (jang tjoekoep, kalaoe dikerdjakan sebagian sadja ”. *

Sosok energik KH Abdul Wahab Hasbullah pun menggemparkan dunia. Perjalanannya beriring dengan diutusnya ia untuk mempelajari Islam Modern, lalu menjadi panglima Laskar Mujahidin (Hizbullah) saat melawan Jepang, mendirikan Organisasi Pemuda Islam bernama Nahdlatul Wathan pasca perpulangannya dari Mekah, mencetus dasar-dasar kepemimpinan dengan 2 badan yaitu Syuriyah dan Tanfidziyah, sampai pelopor kebebasan berpikir di kalangan umat Islam khususnya di lingkungan nahdhiyyin. KH Abdul Wahab Hasbullah juga mendirikan Nahdlatul Tujjar, menyongsong kebangkitan para saudagar agar tidak dimonopoli oleh kelompok tertentu sehingga umat Islam berperan dalam ekonomi bangsa.

Tak berhenti, KH Abdul Wahab Hasbullah mendirikan komite Hijaz disaat pergolakan Mekah-Madinah pasca keruntuhan Turki Utsmani. Barulah sampai pada terbentuknya Nahdlatul Ulama. Dari sini kita bisa menarik satu kesimpulan bahwa, berdirinya Nahdlatul Ulama adalah bentuk dari serangkaian pemikiran yang memiliki latar belakang jelas. Makadari itu sampai sekarang Nahdlatul Ulama pun masih eksis dengan melahirkan ulama-ulama yang cerdas.

Kebebasan Berpikir yang Kebablasan

Jika dilihat dari segi partisipasi politik, pendidikan, dakwah sampai pembentukan organisasi, K.H Hasyim Asy’ari dan KH Abdul Wahab Hasbullah sudah memiliki ramuan lengkap dan tepat. Mereka berhasil melahirkan generasi yang cinta agama tanpa keluar dari jalur. Tanpa harus menghasilkan ide baru sehingga terkungkung dengan hal yang sebenarnya fana. Salah satunya Tashwirul Afkar, warisan penting ini telah memberi contoh pada generasi sekarang bahwa prinsip kebebasan berpikir dan berpendapat dapat dijalankan dalam nuansa keagamaan yang kental.

Aktivitas dan pergaulan yang dinamis dan luas, menjadikan KH Abdul Wahab Hasbullah dipercaya oleh berbagai kalangan dan tidak bablas. Karena bergaul dan berpikir bebas, bukan malah memisahkan agama dengan kehidupan melainkan mengokohkan keislamannya. Lalu muncul pertanyaan, jika memang Indonesia telah merdeka, apakah pola pikirnya pun merdeka? Melihat banyak anak milenial sekarang yang mengagungkan dunia Barat secara berlebihan sampai mengkerdilkan bangsa sendiri.

Jika dulu KH Abdul Wahab Hasbullah merumuskan Resolusi Jihad dengan meletakkan amanat berupa pokok-pokok kaidah tentang kewajiban umat Islam untuk berjihad mempertahankan tanah air, lalu melahirkan generasi yang baik. Maka hegemoni Barat dalam segala bidang telah membentuk arus liberalisme, konsumerisme, hedonisme sehingga menghancurkan nilai-nilai akhlak dan agama.

Lalu lahirlah milenial yang mementingkan pendapat pribadi tanpa landasan agama. Bagi mereka, agama hanya dipakai untuk beribadah bukan dalam bentuk sosial. Lebih mengerikan lagi jika menganggap bahwa tuhan tidak peduli dengan manusia dan asyik dengan dunianya sendiri.

Terlebih, jika yang berbicara adalah para influencer yang harusnya menjadi penggerak. Dikutip dari Influencer Marketing Hub, influencer adalah figur yang memiliki kekuatan untuk memengaruhi keputusan pembelian orang lain karena otoritas, pengetahuan, posisi, atau hubungannya dengan audiens-nya. Jika diksi influencer ini sudah ada dari dulu, mungkin KH Abdul Wahab Hasbullah salah satunya. Berhasil memengaruhi banyak orang dan memiliki tanggung jawab lebih.

Lucunya, perkembangan media berhasil memberikan ruang bebas berpendapat, lalu melahirkan sekumpulan orang yang menyebarkan ide-ide baru. Sebenarnya tidak baru, karena liberalisme, sekularisme dan pluralisme adalah ide lama yang terus diulang. Sayangnya, banyak yang tak sadar dan termakan rayuan ini. Lebih sedihnya lagi, influencer yang memiliki banyak follower di media sosial ikut menyuarakannya.

Semoga, dengan tema “Merawat Jagat Membangun Peradaban”, akan menghasilkan peradaban yang lurus seperti cita-cita Ulama terdahulu. Memang, bangsa kita sudah terbebas dari penjajahan lahan, namun jangan sampai pikiran kita malah terjajah dengan megahnya peradaban Barat. Jika mujaddid akan hadir setelah agama Islam merekonstruksi sistem sehingga lahirlah seorang Ulama di setiap 100 tahun sekali benar adanya, lalu apakah sudah ada? Semoga lahir dari kader-kader Nahdlatul Ulama.

Harapnya, umat Islam membutuhkan massa yang kuat dan besar untuk menerjang arus pemikiran yang bahaya. Jangan sampai kebebasan berpikir yang bablas terus menghantui anak cucu, sehingga nantinya agama tergeserkan dengan ujaran “menurut pendapat saya” atau bahasa kerennya “in my humble opinion”.

Sumber:

* (https://www.nu.or.id/opini/resolusi-jihad-nu-dan-perang-empat-hari-di-surabaya-E3XqK)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image