Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image niqi carrera

Sebuah Pelajaran dari Tragedi Kanjuruhan

Olahraga | Thursday, 06 Oct 2022, 04:29 WIB

Awal Oktober, Indonesia mendadak mendunia karena tragedi Kanjuruhan. Peristiwa kelabu ini tentu menjadi kesedihan bagi kita semua sebagai orang Indonesia. Tidak ada sepak bola yang bernilai nyawa manusia. Setelah peristiwa berdarah, tidak ada sukacita kemenangan. Permainan ini seperti medan perang.

Pemerintah sudah merespons dengan cepat. Polisi juga aktif bertindak. Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa juga akan menindak tegas anggota TNI yang bersikap kasar kepada pendukungnya setelah video kekerasan yang dilakukan staf TNI beredar luas di media sosial.

PSSI tak kalah ganas. Komdis PSSI menghukum Ketua Panitia Penyelenggara, Abdul Harris, dengan larangan seumur hidup dari kegiatan sepak bola. Arema FC juga dilarang menyelenggarakan pertandingan dengan penonton sebagai tuan rumah dan digelar di lokasi yang jauh dari home base Malang, sekitar 250 kilometer dari lokasi. Selain itu, Arema FC didenda Rp 250 juta.

https://projectmultatuli.org/duka-bola-aremania-kematian-massal-pasangan-yang-terkubur-di-satu-liang-lahat-dan-murung-wajah-singa/

Mengutip berbagai rangkuman media, setidaknya ada empat pelanggaran yang terlibat dalam tragedi Kanjuruhan itu. Pertama, penggunaan gas air mata di mata publik. Aturan Keselamatan dan Keamanan Stadion FIFA, Pasal 19 (B) menetapkan larangan penggunaan gas air mata di stadion.

Kedua, penggunaan polisi. Atas perintah Kapolri n. 1/201 menyatakan bahwa ada enam tahapan dalam penggunaan kekuasaan kepolisian. Beberapa saksi masyarakat mengaku aparat keamanan bertindak keras dan brutal dalam mengamankan kericuhan di dalam stadion.

Ketiga, kelebihan kapasitas publik. Stadion Kanjuruhan hanya berkapasitas 38.000 penonton, namun tiket yang dicetak panitia sebanyak 42.000. Keempat, rencana permainan. Berbagai pihak menyarankan agar PT LIB memindahkan pertandingan menjadi pukul 15.00 sore dengan alasan keamanan jika tetap dimainkan pada malam hari. Namun, usul tersebut ditolak dan jadwal pertandingan berlangsung pada malam hari.

***

Terdapat tiga poin penting tentang peristiwa maut Kanjuruhan yang perlu kita pertimbangkan, renungkan, dan evaluasi.

Pertama, di antara dampak negatif acara olahraga, khususnya sepak bola, adalah terbentuknya rivalitas antarklub. Dalam setiap kompetisi, menang dan kalah adalah keniscayaan. Namun, dalam sepak bola, itu berbeda. Menang dan kalah selalu dikaitkan dengan prestise, harga diri, dan ambisi. Semua orang mengerti bahwa sepak bola adalah olahraga bergengsi yang melibatkan banyak uang dan modal. Menang dan kalah tampaknya menjadi harga tetap bagi pemilik klub, karena hasil pertandingan memengaruhi kemenangan dan kerugian bagi pemilik klub, pelatih, pemain, dan manajer.

Kedua, fanatisme para penggemar menyebabkan pembelaan yang “buta” terhadap klub favorit mereka. Mencapai luapan emosi, kemarahan, dan kebahagiaan adalah indikator terkuat bahwa sepak bola tidak dapat dipisahkan dari fanatisme kelompok.

Ketika mereka melihat tim kebanggaannya kalah, mereka tidak terima, menjadi emosional, marah dan kemudian menyebabkan kerusuhan dan kekacauan. Bagaimanapun, sepak bola hanyalah olahraga dan permainan.

Ketiga, tindakan represif perangkat keamanan dalam menghadapi pemberontakan massa. Meski penggunaan gas air mata dilarang, polisi tetap bersikukuh mematuhi protokoler. Bahkan, hilangnya ratusan nyawa disebabkan oleh gas air mata yang dilemparkan ke tribun penonton. Terjadi kepanikan, kerumunan bergegas keluar stadion, lalu ada kerumunan di pintu, akhirnya banyak yang mati karena mati lemas, terinjak-injak dan terlindas.

Jika gas air mata menjadi penyebab kematian ratusan orang, maka jelas pihak berwenang harus menjadi biang keladinya. Selain tugas memberikan rasa aman, mereka juga harus mampu mengendalikan diri dan emosinya dalam kerusuhan massal.

Keempat, kelalaian negara berkontribusi pada tragedi yang merenggut nyawa ratusan orang ini. Jelas, harus ada yang bertanggung jawab dan tersangka. Pertanyaannya, apakah negara benar-benar akan mengusut tuntas peristiwa ini?

Bagian termudah untuk disalahkan adalah para penggemar. Apakah ada pejabat terkait yang berani mundur dari jabatannya karena lalai dalam memberikan rasa aman dan nyaman saat menjalankan permainan? Yang terbaik yang mereka lakukan adalah meminta maaf atas kelalaiannya.

Islam membolehkan olahraga untuk menjaga kesehatan, kebugaran dan kemampuan umat Islam. Dalam Islam, tidak diperbolehkan bermain game yang tidak berguna. Allah SWT. bersabda, “Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS Ali Imran: 185).” (Surat Ali Imran: 185)

Bermain, berlatih, dan bersenang-senang sebenarnya boleh saja asalkan tidak mengabaikan tujuan hidup kita di dunia ini. Jangan terjebak dalam lahwun munazamun sebelum tertidur dan tidak melakukan apa-apa. Lahwun munazhamun adalah permainan atau hiburan yang diselenggarakan sedemikian rupa dengan berbagai jenis program dan waktu pelaksanaannya. Pengangkatan sejumlah pegawai, pengelola sumber daya manusia dan penanggung jawab sehingga menjadi tugas penting di mata perencana dan pengelola. Dalam hal ini, contoh lahwun munazamun adalah sepak bola.

Islam tidak membedakan suku, golongan, golongan, sekolah dan bangsa Islam melarang kesombongan ras atau golongan Islam menghargai perbedaan. Menjadi berbeda bukanlah alasan untuk konfrontasi, kritik dan hinaan. Tentu saja, jika tidak ada fanatisme, tidak perlu membayar nyawa manusia Dalam pelaksanaan setiap kegiatan olahraga, peran negara sangat penting, yaitu memberikan rasa aman dan nyaman kepada penonton. Fungsi aparat keamanan adalah mengayomi dan melindungi masyarakat, bukan ketakutan, kebrutalan dan kekerasan.

Tragedi Kanjuruhan mengirimkan pesan penting untuk kita semua: tidak ada gunanya kehilangan nyawa hanya karena permainan (sepak bola) Nabi berkata, "Memang benar bahwa dunia ini dan segala isinya hancur, dan di sisi Allah itu lebih mudah daripada membunuh orang-orang beriman tanpa hak mereka."

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image