Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Riva Sahri Ramdani, SE., S.Pd.

Satu Santri, Tujuh Prinsip

Eduaksi | Monday, 15 Aug 2022, 09:20 WIB
foto: santri di pesantren At-Tajdid Muhammadiyah Tasikmalaya

Pesantren atau pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam asli Indonesia sekaligus pendidikan tertua yang menjadi penyangga bagi negara sampai saat ini. Jauh sebelum adanya pendidikan formal yang kita kenal, pesantren sudah menjadi lembaga pendidikan yang diterapkan luas di wilayah Indonesia. Di dalam sejarah ditemukan bahwa pola pendidikan pesantren ini sudah dilakukan sejak zaman kerajaan, sebelum adanya negara Indonesia. Oleh karena itu, negara sangat berhutang budi kepada pesantren yang telah berkontribusi besar dalam membentuk peradaban Islam Indonesia, mendidik bangsa, bahkan sampai memperjuangkan kemerdekaan.

Banyak tokoh bangsa yang lahir dari rahim pesantren. Hal ini membuktikan bahwa pendidikan pesantren jangan dipandang sebelah mata. Di dalam buku Menuju Manusia Merdeka, Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa, “salah satu manfaat sekolah sistem pondok adalah kita dapat membentuk dunia kesiswaan atau pecantrikan sebagai dunia pendidikan. Guru-guru dan murid-murid setiap hari hidup bersama, siang malam makan, bermain, belajar, dan bergaul bersama-sama, tentunya anak akan terdidik dengan sempurna. Tidak menurut buku-buku pedagogik, tetapi menurut pedagogik yang hidup, yaitu menurut cara hidup yang nyata dan baik. Dengan sistem demikian, maka anak-anak tidak akan berpisah dengan dunia orang tuanya, baik lahir maupun batin. Anak-anak sehari-hari terus merasa sebagai anak rakyat, terus sadar akan kemanusiaan, karena senantiasa hidup dalam dunia kemanusiaan”.

Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan yang berfungsi membentuk manusia unggul, yang mampu menjaga martabat kemanusiaannya.

Salah satu rukun pesantren adalah adanya santri. Kata “santri” tidak akan terlepas dari istilah kata “pesantren”, karena kata “pesantren” itu sendiri berasal dari akar kata “santri”, yaitu pesantrian yang kemudian mengalami penyesuaian bunyi ucap orang Jawa menjadi pesantren.

Menurut beberapa ahli sejarah, kata santri berasal bahasa sanskerta, yaitu "shastri" yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama, dan pengetahuan. Ada juga yang mengatakan bahwa santri berasal dari kata cantrik yang berarti orang yang mengetahui isi kitab suci atau orang yang selalu mengikuti guru. Namun secara umum yang kita pahami saat ini, santri merupakan sebutan bagi seseorang yang mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren, belajar kitab, dan mukim di pondok.

Seiring dengan perkembangan zaman, saat ini pesantren tidak hanya fokus mengajarkan santrinya ilmu agama, akan tetapi ada juga pesantren yang mendirikan pendidikan formal di dalamnya atau mengintegrasikan pengajaran ilmu agama dan umum dalam sistem pendidikannya. Hal ini senada dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara bahwa, “tentang pengajarannya (sekolah sistem pondok), kita harus terus berhubungan dengan keadaan sekarang, mengindahkan barang yang nyata dan harus bermaksud mendidik lahir dan batin, mematangkan anak untuk hidup sebagai manusia utama dalam dunia raya (adat istiadat dan kemasyarakatan)”.

Artinya, pesantren yang hebat adalah pesantren yang senantiasa melakukan inovasi dengan sistem pendidikannya, sehingga mampu mendidik santri sesuai kodrat alam dan zamannya, yang nantinya diharapkan menjadi manusia yang bermanfaat bagi agama, masyarakat, dan negara di masa yang akan datang.

Sama halnya dengan pesantren, santri yang hebat adalah santri yang mampu mengenal tuhannya, dirinya sendiri, orang lain, dan lingkungannya. Dengan pengenalan inilah, maka ia akan semangat dalam belajar, kuat mental, solutif, dan tentunya akan bahagia dengan kedamaian hati yang ia ciptakan (Qs. Thaha: 42).

Sedikitnya ada tujuh prinsip yang harus dimiliki santri dalam menjalani kehidupan di pondok pesantren. Ketujuh prinsip ini merupakan buah pikir penulis yang berumber dari pengalaman mengenyam pendidikan di pesantren. Mungkin bisa dikatakan hanya sebagian kecil dari prinsip-prinsip yang dikembangkan oleh para ahli. Ketujuh prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

1. Siapa yang hebat prinsipnya, dialah pemenangnya

2. Orang terkuat adalah orang yang kuat mentalnya

3. Baju santri adalah kesederhanaan dan kreativitas adalah celananya

4. Ibadah tujuannya, kebersamaan adalah medianya

5. Konflik adalah hal biasa, memaafkan adalah hal yang luar biasa

6. Juara kelas bukan segalanya, tapi berbagi dan menghargai serta bermanfaat adalah juara sebenarnya

7. Berjalan dengan aturan, berkomunikasi dengan sanksi

Prinsip-prinsip ini akan menjadi moto hidup seorang santri untuk meraih prestasi. Bertahun-tahun hidup di pondok pesantren untuk mencari ilmu agama, ilmu umum, dan ilmu kehidupan, di saat itu pula ia harus mengalami hidup senasib sepenanggungan dengan teman-temannya yang sama-sama hidup terpisah dengan orang tua.

Satu santri dengan tujuh prinsip yang tertanam pada dirinya. Prinsip berkehidupan dalam sebuah komunitas santri yang heterogen dalam sifat dan adat istiadat supaya mampu bersaing, tahan banting, dan menjadi orang penting di dalamnya. Prinsip berkehidupan dalam sebuah “kerajaan kecil” dengan sejumlah aturan yang harus ditaati oleh warganya agar hidup rukun dan ada dalam keberkahan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image