Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dewi Siti Fatimah

Kasus Pelecehan Seksual dalam Lingkungan Kampus

Agama | Friday, 24 Jun 2022, 22:18 WIB

Pelecehan seksual merupakan perilaku pendekatan-pendekatan yang terkait dengan seks yang tak diinginkan, termasuk permintaan untuk melakukan seks, dan perilaku lainnya yang secara verbal ataupun fisik merujuk pada seks. Menurut Komnas Perempuan, pelecehan seksual merujuk pada tindakan bernuansa seksual yang disampaikan melalui kontak fisik maupun non-fisik, yang menyasar pada bagian tubuh seksual atau seksualitas seseorang. Pelecehan seksual dapat terjadi dimana saja termasuk di perguruan tinggi.

Kasus pelecehan seksual kerap bermunculan di lingkungan kampus. Banyak korban yang melapor kepada pihak kampus mengenai kasus tersebut. Namun, tidak sedikit pihak kampus yang menganggap hal tersebut masih menjadi masalah yang sepele mengingat dengan citra kampus yang lebih penting dibandingkan permasalahan yang ada didalamnya. Hal tersebut dikarenakan pihak kampus sering kebingungan mengenai laporan yang masuk mengenai pelecehan seksual karena sebelumnya tidak ada aturan dan panduan yang jelas untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Data survei Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada tahun 2020 ditemukan bahwa sekitar 77 persen dosen mengakui bahwa pelecehan atau kekerasan seksual pernah terjadi di kampusnya. Dari kasus-kasus tersebut, sekitar 90 persen korbannya perempuan dan 10 persen merupakan laki-laki. Sebesar 63 persen kasus pelecehan atau kekerasan seksual di kampus tidak pernah dilaporkan demi menjaga nama baik institusi pendidikan tersebut.

Untuk menanggapi kekhawatiran tersebut pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbud Ristek) No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi. Namun, peraturan tersebut malah menjadi kontroversi. Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah meminta pemerintah mencabut atau merevisi peraturan tersebut karena bertentangan dengan frasa yang terkait atau bahkan dikenal dengan persetujuan para korban.

Pelecehan atau kekerasan seksual dilarang dalam agama. Agama Islam melarang keras pelecehan dan kekerasan seksual karena hal tersebut melanggar moral dan nilai-nilai agama yang tidak hanya dipertanggungjawabkan di dunia, melainkan juga kelak di akhirat.

Dalam Q.S Al-Isra’ ayat 32 melarang perzinaan maupun pelecehan seksual.

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra: 32).

Ayat tersebut menjelaskan mengenai antisipasi tindakan perzianaan maupun pelecehan seksual. Kita dilarang untuk mendekati perbuatan zina karena zina merupakah hal yang buruk dan keji. Kita bisa menghindari hal tersebut dengan menundukan pandangan Ketika bertemu dengan lawan jenis, menghindari berduaan di ruangan tertutup dan lain sebagainya.

Selain itu, Q.S An-Nur ayat 30 njuga berhubungan dengan pelecehan seksual.

قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu, lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nur: 30).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa kebanyakan korban pelecehan dan kekerasan seksual adalah perempuan, sehingga ayat diatas secara eksplisit ditujukan kepada laki-laki untuk menjaga pandangan dan memelihara kemaluannya agar tidak terjerumus pada hal-hal yang buruk.

Tim Penulis:

Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H. (Dosen Fakultas Hukum, Universitas Islam Sultan Agung Semarang)

Dewi Siti Fatimah (Mahsiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Islam Sultan Agung Semarang)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image