Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dandy Satria Wibawa

MENGENAL KESENIAN WARISAN BUDAYA LUHUR BERNAMA REOG PONOROGO

Eduaksi | Thursday, 16 Jun 2022, 12:13 WIB

Para Pimpinan Dunia dimana Negara Indonesia turut ikut di dalamnya telah bersama-sama menyepakati Sustainable Development Goals (SDGs) dimana tujuan dari SDGs ini adalah untuk mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. Menurut Sustainable Development Goals (SDGs) pada pilar 11 mengenai pembangunan kota dan komunitas berkelanjutan, kesenian khas Ponorogo yaitu Reog Ponorogo dapat diterapkan sebagai kesenian yang membangun kota dan komunitas berkelanjutan. Reog Ponorogo sudah ada dari berabad-abad yang lalu dan diwariskan secara turun-temurun di kalangan masyarakat terutama masyarakat Ponorogo. Reog sendiri adalah bentuk tarian massal yang lahir di kabupaten Ponorogo, yang dalam tariannya terdiri dari 20-40 orang dengan peran tokoh serta cerita yang berbeda-beda. Tarian tradisional Reog Ponorogo harus digelar di area yang terbuka, dimana pagelaran Reog Ponorogo ini bertujuan untuk sarana hiburan rakyat yang dipercaya mengandung unsur magis. Reog Ponorogo memiliki ciri khas yaitu, penari utamanya berperan sebagai orang berkepala singa dengan hiasan bulu merak, sedangkan beberapa penari lainnya memperagakan penari bertopeng dan berkuda lumping. Reog Ponorogo biasanya digelar dalam beberapa acara seperti acara hajatan, khitanan, acara pernikahan, dan hari-hari besar Nasional.

Kesenian Reog Ponorogo sendiri mengandung simbol dan filosofi tertentu. Peneliti bersama tim (Yurisma et al., 2015) mendapatkan bahwa kesenian tradisional Reog Ponorogo yang kaya dengan nilai-nilai filosofi kehidupan orang Jawa tersebut telah berubah dalam bentuk patung, gapura, maupun unsur visual lainnya. Dalam pagelaran Reog Ponorogo ditampilkan tokoh utama dalam pergelaran ini yang disebut sebagai "Singa Barong". Dalam pagelarannya singa barong berwujud topeng berbentuk kepala singa yang dikenal sebagai raja hutan dan menjadi simbol untuk Kertabhumi. Di atas kepala singa ini ditancapkan bulu-bulu merak sehingga mirip kipas raksasa yang menyimbolkan pengaruh hebat para rekan Tiongkok dari Kertabhumi dalam mengatur seluruh gerak-geriknya. Topeng singa barong adalah topeng terbesar dan terberat dibandingkan topeng tokoh lainnya di pagelaran Reog Ponorogo dimana topeng singa barong memiliki berat 50 kg dan harus diperankan sendirian oleh satu orang dengan menopang topeng ini menggunakan giginya. Selain Singa Barong, juga terdapat “Jathilan”. Dalam pagelarannya Jathilan diperankan oleh sekelompok penari gemblak yang sedang menunggangi kuda-kudaan, Jathilan ini merupakan simbol dari kekuatan pasukan Kerajaan Majapahit yang kekuatannya berbanding terbalik dengan kekuatan Warok. Warok sendiri dalam pagelaran Reog Ponorogo adalah simbol dari Ki Ageng Putu yang diperankan oleh penari dibalik topeng badut merah.

Dalam upaya mewujudkan pembangunan nasional yang berkarakter atau berlandaskan pada nilai-nilai budaya bangsa, pengembangan dan pelestarian kesenian tradisional sebagai kekayaan budaya harus dilakukan. Kesenian tradisional adalah modal sosial budaya yang sangat penting untuk pembangunan bangsa dari masa ke masa. Berdasarkan hal tersebut, supaya seni pertunjukan tradisional seperti Reog Ponorogo yang merupakan salah satu bentuk nyata produk dan identitas budaya bangsa dapat terus lestari, maka perlu adanya regenerasi seniman yang harus dilakukan dengan sebaik mungkin. Regenerasi seniman Reog Ponorogo adalah masalah krusial dan mendesak yang wajib dilakukan dikarenakan beberapa hal. Pertama, dengan tujuan supaya seni tradisi tidak punah karena tidak adanya generasi penerus yang merupakan pilar kebudayaan tersebut sehingga untuk terus melestarikan kesenian ini generasi muda harus terus menanam apresiasi dan kecintaan dalam bentuk nyata terhadap warisan tradisi ini. Kedua, supaya kesenian Reog Ponorogo selalu dikenal di kancah Internasional sebagai kekayaan budaya bangsa Indonesia dan tidak akan dengan mudah diklaim kepemilikannya oleh bangsa lain.

Selain melestarikan budaya, di era saat ini Reog Ponorogo memiliki peranan penting dalam kehidupan sosial-budaya dan ekonomi masyarakat. Reog Ponorogo di bidang sosial budaya dapat menjadi ciri khas masyarakat Ponorogo sehingga Ponorogo semakin dikenal di kancah nasional maupun internasional. Reog Ponorogo dalam pembangunan sosial budaya, memberikan manfaat khusus dalam bidang ekonomi yaitu meningkatkan taraf hidup masyarakat yang merupakan cita-cita negara untuk mendorong masyarakat ke arah yang lebih baik lagi.

Generasi muda merupakan suatu potensi yang dapat dimanfaatkan dalam kemajuan bangsa. Peran pemuda di era saat ini sangatlah penting dalam upaya pembangunan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa. Generasi muda memiliki peranan melancarkan atau melaksanakan berbagai macam pembangunan di berbagai bidang, seperti dalam bidang kebudayaan yaitu dengan memperkenalkan kebudayaan tersebut ke dunia Internasional. Maka dari itu generasi muda pada saat ini haruslah dibekali rasa semangat nasionalisme, berjiwa saing dan memiliki kepribadian tinggi serta pengetahuan dan teknologi yang luas agar dapat mewujudkan pembangunan nasional dan cita-cita negara.

Dengan demikian, agar salah satu pilar Sustainable Development Goals (SDGs) melalui pelestarian kesenian Reog Ponorogo ini dapat terwujud, peran masyarakat umum terutama generasi muda sangat diperlukan dalam upaya pembangunan bangsa melalui regenerasi baru pelaku kesenian ponorogo. Bentuk konkrit yang dapat dilakukan oleh generasi muda adalah dengan menikmati pertunjukan ponorogo, menyebarluaskan informasi secara positif ke dunia luar melalui media sosial sehingga Reog Ponorogo dapat dikenal hingga luar negeri. Lalu bentuk lebih konkrit yang bisa dilakukan generasi muda adalah dengan terjun langsung mempelajari kesenian Reog Ponorogo dan menjadi generasi baru pelaku kesenian Reog Ponorogo.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image